WARTAPARAHYANGAN.COM
BANDUNG – Petani kentang di Blok Walik Kampung Gambung, Desa Mekarsari, Kecamatan Pasirjambu Kab. Bandung mengeluhkan mahalnya harga pupuk dan obat-obatan saat ini hingga berpengaruh pada hasil panen mereka.
Seorang petani kentang, Rustandi (54) menuturkan mahalnya harga pupuk dan obat-obatan memang menjadi salah satu kendala terbesar saat ini bagi para petani, karena hal tersebut tidak sebanding dengan harga hasil panen yang sedang menurun.
“Saya harapkan kepada pemerintah untuk penurunan harga pupuk dan fungisida karena terlalu tinggi untuk kategori hama, untuk obat-obatannya terlalu tinggi, makanya saya mohon bantuannya dari pemerintah penurunan dari segi harga pupuk dan obat-obatan karena akan berpengaruh pada kenaikan harga jual. Terlebih, saya tidak punya kartu tani sehingga kesulitan untuk membeli pupuk,” kata Rustandi saat ditemui di kebunnya, Minggu (24/1/2021).
Ia mengatakan saat ini, memang dari sisi produksi (perolehan panen) agak berkurang dikarenakan cuaca sedang ekstrim, disamping itu harga agak menurun karena banyak pasokan dari luar.
“Jadi kita (petani) harus pintar dalam perhitungan dan membuat strategi, ketika oranglain tanam, kita nggak tanam, begitu juga sebaliknya, jadi ketika barang langka dan permintaan tinggi, disitu nanti akan ada harga yang bagus,” katanya.
Ia menjelaskan cuaca ekstrim yang terjadi belakangan ini cukup berpengaruh karena curah hujan sangat tinggi sehingga riskan terhadap penyakit. Salah satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkannya yaitu harus melakukan daur ulang pengobatan yang tadinya 5-6 hari diperpendek menjadi 3-4 hari.
“Ini kan berarti penggunaan fungisida dan insektisida itu jadi double,”tambahnya.
Rustandi menyebutkan sudah sepuluh tahun ini ia menggarap lahan seluas 5 hektar bekerjasama dengan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung dengan metode simbiosis mutualisme, saling menguntungkan antara petani dan perusahaan.
“Sistem tanam awalnya kami gunakan sistem replanting dimana tanamannya bervariasi diantaranya yang sekarang sedang saya tanam adalah kentang,” katanya.
Ia mempekerjakan sekitar 25 orang tenaga kerja di lahan perkebunan kentang tersebut dengan sistem upah harian.
“Kalau dibantu tenaga dari luar jadi totalnya bisa sampai 30 orang tenaga kerja,” katanya.
Dari lahan yang digarapnya, Rustandi mengaku bisa menghasilkan kentang industri kisaran 25-30 ton per hektar, sedangkan kentang untuk pembibitan kisaran 10-12 ton per hektar dengan harga kentang sekitar 8 ribu rupiah per kilogramnya.
“Tapi kalau sekarang sedang turun harganya, cuma tujuh sampai tujuh ribu lima ratus per kilogramnya,” ujarnya.
Untuk menjaga stabilitas harga, Rustandi mengaku sejak lama sudah mengajukan ke pemerintah agar turun langsung ke lapangan untuk mengatur pola tanam.
“Sektor ini harus nanam ini, sektor itu harus nanam apa, ya mungkin kayak ada pembatasan gitu, yang penting bisa menjaga stabilitas ekonomi dari segi harga mungkin harus menjaga dari segi penanaman itu sendiri,” pungkasnya.
Lily Setiadarma