Bansos Covid 19 Dimanfaatkan Politis, Bawaslu Kab. Bandung Berencana Buat Surat Edaran Tentang UU Pilkada

WARTAPARAHYANGAN.COM

BANDUNG — Koordinator Divisi Pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kab Bandung Hedi Ardia mengaku pihaknya berencana membuat surat edaran terkait UU No 10/2016 tentang Pilkada, khususnya berkenaan dengan pasal 71 dan pasal 73.

Hedi Ardia

Ketentuan pasal 71 itu menjelaskan bahwa pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

“Bahkan, di pasal 76 UU No 9/2015 kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni dan golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Hedi

Surat edaran dimaksud, menurut Hedi dipandang perlu mengingat belakangan ini banyak bantuan sosial terkait imbas Covid-19 disebut-sebut dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk menuai keuntungan pribadi secara politis.

Surat edaran ini bagian dari upaya Bawaslu Kabupaten Bandung melakukan pencegahan tindakan pelanggaran politisasi bantuan sosial tersebut.

Kasus politisasi bantuan sosial pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19 telah terjadi di sejumlah daerah di antaranya Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Tentu saja, dengan adanya penyalahgunaan bantuan tersebut dianggap telah mencederai rasa kemanusiaan di tengah masa pageblug penanganan Covid-19.

Menurut Hedi, kasus politisasi bantuan sosial bisa terjadi karena rendahnya etika politik para aktor politik di republik ini. Disamping itu, aturan yang longgar dan terkesan sengaja didesain untuk memungkinkan itu terjadi plus permisifnya warga masyarakat dalam melihat fenomena yang ada di depan mata.

Apabila dibandingkan dengan yang terjadi di negara lain semisal Eropa, aturan kepemiluan terkait pelanggaran elektoral ini terbilang tidak ketat lantaran kesadaran masyarakat dan etika politik para elite politiknya sudah terbentuk.

“Sedangkan apa yang terjadi di kita, aturan memang longgar dan bias. Ditambah perilaku pemilih dan elite politik yang suka menempuh jalur pintas guna meningkatkan elektabilitas dan popularitasnya,” ucapnya.

Oleh karena itu, disamping harus diperkuat lewat regulasi juga perlunya mendorong optimalisasi dan sinergi lembaga pengawasan non elektoral semisal, Kementerian Dalam Negeri, DPR RI maupun DPRD hingga inspektorat.

Sejauh ini, Bawaslu fokus upaya pencegahan agar tumbuh kesadaran di seluruh komponen masyarakat untuk sama-sama mencegah terjadinya personalisasi bantuan sosial pandemi Covid-19 untuk kepentingan kelompok tertentu.

“Ada efek ikutan dari pandemi Covid-19 ini, tidak hanya soal kesehatan dan ekonomi. Tapi juga politik serta aspek lainnya. Dengan demikian, pendekatan negara pun harus holistik dan komprehensif dalam menyikapinya agar tidak timbul masalah baru,” ucapnya.

Disinggung mengenai kelanjutan tahapan Pilkada 2020 yang disepakati dilanjutkan pada 9 Desember 2020, Hedi mengungkapkan, semua pihak masih menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Lily Setiadarma