70 Persen Sudah Berjalan, Pendamping Koperasi Desa Merah Putih Pasirjambu Sebut Permodalan Jadi Kendala Utama

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, terus menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Dari total sepuluh desa yang ada, sekitar 70 persen koperasi telah aktif menjalankan usaha. Meski begitu, permodalan masih menjadi kendala utama yang dihadapi para pengurus KDMP tersebut.

Pendamping KDMP Kecamatan Pasirjambu, Tatus Sundara, S.Ag., saat ditemui wartaparahyangan.com di Kantor Kecamatan Pasirjambu, Kamis (16/10/2025), menjelaskan bahwa proses pembentukan dan legalitas koperasi sudah tuntas. Ia menegaskan, semua koperasi kini telah memiliki akta notaris dan dokumen pendirian yang sah.

“Alhamdulillah, sejauh ini secara legalitas formal sudah selesai. Semua koperasi di Pasirjambu sudah memiliki akta pendirian dan notaris. Dari total sepuluh desa yang ada, tujuh di antaranya sudah menjalankan kegiatan usaha,” ujar Tatus.

Ia menyebutkan, sejumlah KDMP telah mengembangkan berbagai jenis usaha. Beberapa di antaranya bergerak di bidang perdagangan kebutuhan pokok dan pertanian. Ia mencontohkan, Desa Margamulia telah menjalin kerja sama dengan petani ubi Cilembu. Sedangkan Desa Cisondari dan Desa Mekarsari telah membuka gerai sembako dengan memanfaatkan bangunan milik desa sebagai kantor dan tempat usaha.

“Ada koperasi yang membuka gerai sembako, ada juga yang bekerja sama di sektor pertanian. Di Margamulia misalnya, mereka sudah menanam ubi Cilembu. Sementara di Cukanggenteng, kerja sama dengan MBG sedang berjalan di sektor peternakan ayam petelur,” jelasnya.

Dalam proses pendampingan, Tatus menyebut bahwa terdapat dua tim yang membantu koperasi di Pasirjambu. Tim pertama berasal dari Dinas Koperasi yang fokus memperkuat kelembagaan. Sementara tim kedua bertugas mendampingi penyusunan proposal usaha.

“Kami dari Dinkop fokus pada penguatan kelembagaan, mulai dari pengurusan NIB, NPWP, rekening koperasi, buku kas, hingga penyusunan AD/ART dan SOP. Sementara tim lain mendampingi koperasi dalam pembuatan proposal pendanaan,” tutur Tatus.

Pendamping KDMP Kecamatan Pasirjambu Tatus Sundara (mengenakan jaket kulit), saat memberi pendampingan di Koperasi Desa Merah Putih Mekarsari, Kecamatan Pasirjambu. Foto Lily Setiadarma

Pendampingan ini, lanjutnya, bertujuan agar setiap koperasi memiliki dasar hukum dan administrasi yang kuat. Hal ini penting agar koperasi bisa mengakses peluang pembiayaan dan kemitraan dengan pihak lain.

Namun, di balik perkembangan tersebut, Tatus mengakui bahwa permodalan menjadi kendala terbesar yang dihadapi KDMP. Menurutnya, belum ada regulasi yang secara khusus mengatur penyertaan modal desa ke koperasi.

“Desa memang belum memiliki aturan yang memungkinkan memberikan modal langsung ke koperasi. Hanya ada penyisihan sekitar tiga persen dari dana desa untuk pembentukan dan operasional awal. Itu pun tidak bisa digunakan untuk modal usaha,” ungkapnya.

Kondisi ini membuat pengurus koperasi harus mencari sumber modal lain. Mereka dihadapkan pada tantangan administrasi, terutama saat akan mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan.

“Sebagian pengurus kesulitan karena data potensi desa belum lengkap. Misalnya, data jumlah petani, sumber daya lokal, dan potensi usaha desa. Tanpa itu, proposal sulit diterima pihak bank,” katanya.

Selain persoalan modal, sistem penilaian kredit atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) juga menjadi hambatan tersendiri. Tatus menjelaskan bahwa aturan perbankan masih mengacu pada ketentuan OJK yang cukup ketat.

“Beberapa waktu lalu kami sudah bertemu dengan pihak bank. Mereka menyampaikan bahwa semua proses kredit harus tunduk pada aturan SLIK. Kalau dulu istilahnya BI Checking. Jadi, meskipun koperasi sudah punya legalitas, kalau data SLIK pengurusnya bermasalah, pengajuan pinjaman bisa tertahan,” jelas Tatus.

Koperasi Desa Merah Putih Margamulya, Kecamatan Pasirjambu saat mendapat pendampingan dari petugas.

“Jika pemerintah memberikan kebijakan khusus untuk KDMP agar terbebas dari pemeriksaan SLIK, maka perbankan siap menyesuaikan. Bank akan mengikuti kebijakan pemerintah, asalkan mendapat persetujuan dari OJK. Tapi sejauh ini aturan itu masih berlaku,” sambungnya.

Kondisi tersebut membuat sebagian pengurus koperasi merasa pesimis. Tak sedikit di antara mereka yang sempat berkeinginan mundur karena terbentur regulasi dan sulitnya akses modal.

Sebagai pendamping, Tatus terus memberikan motivasi agar para pengurus KDMP tidak menyerah. Ia menilai, selama koperasi memiliki potensi usaha dan kekuatan internal, masih banyak peluang untuk berkembang tanpa harus bergantung pada pinjaman bank.

“Saya sering memberi dorongan kepada pengurus agar tidak mudah putus asa. Kalau memang sulit mendapatkan modal dari bank, manfaatkan potensi desa. Buat MoU atau kerja sama dengan pihak ketiga. Lembaga koperasi ini sudah memiliki badan hukum, jadi jangan sampai terbengkalai,” katanya.

Ia juga mengingatkan pentingnya membangun jejaring dengan pelaku usaha lokal, BUMDes, maupun mitra swasta yang memiliki visi serupa dalam pemberdayaan ekonomi desa.

Terlepas dari kendala tersebut, Tatus berkeyakinan bahwa program KDMP merupakan terobosan strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Ia menilai, sistem koperasi yang berorientasi pada manfaat bersama mampu menciptakan perputaran ekonomi yang sehat dan mandiri.

“Program ini sangat menjanjikan. Penerima manfaatnya luas, tidak hanya pengurus, tetapi juga masyarakat. Pasarnya sudah jelas, pemasoknya pun ada. Kalau dijalankan dengan sungguh-sungguh, saya yakin kesejahteraan masyarakat dan pengurus koperasi bisa meningkat,” pungkasnya.

Lily Setiadarma

Leave a Reply