WARTAPARAHYANGAN.COM
BANDUNG – Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana SH, mendesak Pemerintah Kabupaten Bandung untuk bertindak tegas terhadap maraknya aktivitas galian C yang tak hanya merusak lingkungan tapi juga mengganggu aktivitas masyarakat, seperti yang terjadi di wilayah Sadu Kecamatan Soreang.
Toni mengatakan bahwa ada aturan zonasi terkait dengan aktivitas galian C. Beberapa kilometer dari pusat pemerintahan, kata Toni, seharusnya tidak diberi ijin.
“Khusus yang di wilayah Sadu Kecamatan Soreang, itu sebetulnya kena zonasi. Jadi ada aturan, bahwa beberapa kilometer dari pusat pemerintahan, itu enggak boleh dikasih ijin, apapun alasannya,” ujar Toni saat dihubungi wartawan via telepon, Jumat (18/12).
Sepengetahuan Toni, banyak galian C di wilayah Kabupaten Bandung yang sudah habis ijinnya atau bahkan tidak berijin. Apalagi setelah adanya perubahan ketentuan bahwa ijin galian C itu dikeluarkan oleh pemerintah provinsi.
“Makanya memang dicek lagi, saya sih punya keyakinan galian C di Sadu tidak berijin, karena kena aturan,” sambung Toni.
Toni menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung memiliki kewenangan dalam mengawasi aktivitas galian C tersebut. Hasil dari pengawasan itu kemudian dikoordinasikan dan dilaporkan ke pemerintah provinsi.
“Bukan berarti karena ijin itu kewenangan pemerintah provinsi, terus Pemerintah Kabupaten Bandung tidak peduli atau tidak bisa melakukan apa-apa,” jelas Toni.
“Sebenarnya kan ada tugas koordinatif, misalnya di Dinas Lingkungan Hidup itu ada bidang yang menangani penegakkan hukum lingkungan, yang harus berkoordinasi dengan provinsi bahkan bisa langsung dengan penegak hukum sebetulnya. Karena itu kan terjadi kerusakan di wilayah Kabupaten Bandung, artinya Pemerintah Kabupaten Bandung berhak untuk melakukan upaya hukum terhadap itu,” papar Toni.
Aktivitas galian C di Desa Sadh Kecamatan Soreang ini sudah berlangsung cukup lama. Dan berdasarkan penuturan warga, aktivitas galian C itu sudah cukup mengganggu.
Toni menilai, hal tersebut dikarenakan tidak ada keberanian dan ketegasan dari Pemerintah Kabupaten Bandung, khususnya Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan tindakan.
“Itu yang jadi problem kan, jadi biasanya nunggu ada korban, ada apa-apa, barulah. Padahal kan, sudah beberapa kali sebetulnya di daerah Sadu terjadi longsor, dan mengganggu masyarakat. Itu kan sudah jelas menjadi bukti dan fakta,” ungkap Toni.
Meskipun sudah ada ijin, pemerintah daerah tetap harus bisa melakukan pengawasan. Selain di wilayah Sadu, kata Toni, aktivitas galian C juga ada di wilayah lainnya. Seperti lingkar Nagreg dan beberapa titik di wilayah Ciwidey.
“Kalau DPRD sebagai fungsi pengawasan, artinya kita mendesak dinas terkait, baik Dinas Lingkungan Hidup terkait kerusakan lingkungan, dan Dinas Perijinan terkait rekomendasi ijin, untuk melakukan penegakan hukum terhadap terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Sadu,” tutup Toni.
Di pihak lain, pengguna jalan Sorang Ciwidey H. Dodi Rodiana, mengungkapkan kekawatirannya jika turun hujan. Kata dia, banyak pengguna kendaraan roda dua khususnya terseok-seok akibat jalanan licin.
“Terlebih jika pemakai jalan tersebut orang luar kota yang tidak tahu kondisi medan, sangat berbahaya. Padahal ini jalur menuju obyek wisata di Bandung Selatan, semestinya nyaman dan aman dilalui,” kata Dodi.
Jalur tersebut, kata Dodi, merupakan rute menuju objek wisata primadona seperti Gelamping lakside , Walini dan Kawah Putih.
Lee.