WartaParahyangan.com
CIANJUR – Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak restoran/rumah makan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur tahun ini akan memasang alat pencatat transaksi elektronik di ratusan rumah makan.
Alat tersebut terkoneksi dengan kantor Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cianjur melalui jaringan jnternet, sehingga setiap transaksi yang terjadi di rumah makan dapat dimonitor dan tercatat di sebuah alat yang ada di kantor Bapenda. Dengan begitu pengelola rumah makan tidak bisa “nakal” lagi dalam membayar pajaknya ke negara.
“Sekarang sudah ada puluhan rumah makan yang dipasangi alat tersebut. Hasilnya terbukti efektif. Contohnya ada rumah makan yang biasanya bayar pajak Rp 4 juta/bulan, setelah dipasangi alat itu, bayar pajaknya meningkat hingga Rp 16 juta/bulan. Ini peningkatan yang signifikan,” kata Plt. Bupati Cianjur H. Herman Suherman.
Dia menjelaskan, setiap kali kita bertransaksi sehabis makan di restoran atau rumah makan, kita sebetulnya telah membayar pajak 10 persen untuk rakyat Cianjur. Tapi selama ini pajak 10 persen itu, oleh pengelola rumah makan seringkali tidak disetorkan seluruhnya ke kas negara, tapi besarnya diatur oleh mereka sendiri.
“Sekarang dengan adanya alat tersebut, mereka tak bisa lagi berbuat seperti itu,” ujar Herman seraya menyebutkan di Cianjur ada sekitar 600 rumah makan yang pembayaran pajaknya bisa ditingkatkan melalui pemasangan alat transaksi elektronik, seperti tapping box.
Sementara itu, Sekretaris Bapenda Kabupaten Cianjur Gagan Rusganda menyebutkan, saat ini sudah ada 30 rumah makan di Cianjur yang dipasangi alat tersebut. “Target kami tahun Ini sebetulnya 274 rumah makan dapat dipasangi alat pencatat transaksi elektronik. Alatnya ada tiga jenis, salah satunya tapping box,” kata Gagan yang didampingi Kabid Penagihan Pajak Daerah pada Bapenda Cianjur, Prihadi Wahyu, kepada WartaParahyangan.com di ruang kerjanya, Senin (19/4).
Gagan menyebutkan, ke 30 unit alat tersebut merupakan bantuan dari Bank BJB, dan hal itu sesuai dengan yang disarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kami sebetulnya memohon bantuan alat itu kepada BJB sebanyak 274 unit. Tapi yang sudah direalisasikan baru 30 unit,” katanya.
Menurut Gagan, pemasangan alat perekam transaksi di rumah makan memang terbukti efektif dapat meningkatkan pajak restoran/rumah makan. Bahkan kenaikannya bisa mencapai tiga sampai empat kali lipat. “Dengan penggunaan alat itu, besarnya tagihan pajak juga dapat diketahui dengan mudah dan cepat,” ujar Gagan.
Pihaknya pun bersyukur sejauh ini tidak ada keberatan dari pengelola rumah makan yang pajaknya naik berlipat-lipat setelah dipasangi alat perekam transaksi. Karena mungkin mereka menyadari bahwa pajak restoran/rumah makan 10 persen itu pada dasarnya merupakan “titipan” konsumen/pelanggan yang makan di rumah makannya untuk disetorkan ke kas negara.
“Secara persuasif kami pun terus mensosialisasikan kewajiban membayar pajak kepada para pengelola rumah makan, yang hasil pengumpulan pajaknya digunakan untuk pembangunan dan kepentingan rakyat banyak,” katanya.
Gagan juga menjelaskan, alat pencatat transaksi elektronik tersebut nantinya akan dipasang juga di hotel, tempat parkir dan tempat hiburan. Tapi untuk saat ini pemasangannya diprioritaskan di rumah makan. Sebab seperti pengalaman tahun lalu, restoran dan parkir tidak terlalu terpengaruh pandemi Covid-19. Beda dengan hotel dan tempat hiburan, yang pengunjungnya turun drastis akibat terkena dampak pembatasan sosial.
“Ke depannya memang sektor-sektor pajak daerah seperti pajak restoran/rumah makan, pajak hotel, tempat hiburan dan perparkiran, kami harapkan perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan alat perekam transaksi. Sebab perhitungan secara manual bisa ketinggalan jaman,” katanya.
(Asep R. Rasyid)