WartaParahyangan.com
BANDUNG – Sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan, PT Geo Dipa Energi (Persero) “GeoDipa” secara konsisten melaksanakan misi untuk melakukan pembangunan Proyek PLTP Dieng 2 dan Patuha 2.
Selain itu, dalam hal kegiatan land clearing di kawasan hutan lindung untuk pengembangan proyek PLTP Patuha 2, GeoDipa telah memperoleh Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) melalui keputusan Kepala BKPM No.SK.32/1/KLHK/2021, tanggal 18 Januari 2021.
Dalam rilisnya yang diterima hari ini disebutkan bahwa GeoDipa telah mendapatkan izin untuk mengelola kawasan hutan lindung di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, seluas 2,82 ha menjadi area pemanfaatan energi panas bumi.
Karena itu, GeoDipa berkewajiban menyelesaikan tata batas areal lahan IPPKH serta menyerahkan lahan kompensasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan rasio 1:2.
Untuk memenuhi kewajiban tersebut, GeoDipa telah menyelesaikan tata batas areal lahan IPPKH dengan supervisi Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Yogyakarta yang telah selesai dilaksanakan pada 18-20 Mei 2021 sesuai Rencana Penataan Batas Nomor S.48/KUH-1/IPPKH-HL/2021 yang disahkan tanggal 16 April 2021.
Bahkan laporan penyampaian dokumen hasil penataan batas areal IPPKH pun telah disampaikan oleh BPKH Wilayah XI kepada Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui surat Nomor S.559/BPKH.XI/2/PLA.2/7/2021 pada tanggal 22 Juli 2021.
Jadi saat ini GeoDipa sedang dalam proses pemenuhan komitmen penyediaan lahan kompensasi untuk IPPKH tersebut.
Adapun calon lahan kompensasi seluas sekitar 6 ha, berada di kawasan Desa Sugihmukti, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Lahan ini pun telah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kehutanan Jabar.
Juga Kementerian Lingkungan Hidup telah memberikan persetujuannya melalui surat Nomor S.378/Menlhk-PKTL/REN/Pla.0/3/2022, tanggal 14 Maret 2022.
Menurut Project General Manager PT GeoDipa Hefi Hendri, dalam menentukan langkah, GeoDipa selalu berupaya melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan termasuk dalam menyusun langkah untuk menyediakan lahan kompensasi IPPKH.
Hefi juga menyebutkan, pada saat PP No. 23 Tahun 2021 terbit, persetujuan IPPKH tersebut sudah lebih dahulu terbit beberapa bulan sebelumnya.
“Sebetulnya kami dapat memilih opsi ganti lahan atau melalui mekanisme PNBP. Namun kami berkomitmen untuk tetap menghutankan kembali lahan pengganti IPPKH. Hal ini bukan tidak berdasar, kami sudah berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait mengenai regulasi yang ada, jangan sampai kami keluar dari koridor,” tuturnya.
Proses penyediaan lahan tersebut, katanya lagi, masih dalam tahap musyawarah harga yang belum mencapai kesepakatan pada proses penilaian oleh Lembaga independen Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), ini karena taksiran yang diterbitkan dengan penawaran para pemilik lahan cukup jauh. Diperkirakan selisih harga tersebut mencapai 500 hingga 1000 kali lipat.
“Jadi dalam hal ini kami bukannya tidak memenuhi kewajiban ataupun lalai, namun memang belum ada titik temu dengan masyarakat pemilik lahan terutama dalam hal harga,” ujar Hefi.
Sebetulnya, tegas Hefi, pihaknya juga ingin hal ini secepatnya terealisasi, sehingga pihaknya bisa berusaha mencari alternatif lain untuk dapat segera menyelesaikan persoalan lahan pengganti tersebut.
Lily Setiadarma