Aktivis Tuli Asal Jabar, Asri Anggraeni Putri, Sebut Pentingnya Aksesibilitas Bahasa Isyarat bagi Komunitas Tuli

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Asri Anggraeni Putri, seorang aktivis Tuli asal Jawa Barat, menyampaikan pentingnya aksesibilitas bahasa isyarat bagi komunitas Tuli. Ini disampaikan Asri saat diwawancarai usai mengikuti kegiatan Pendaftaran Calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung di Gedung KPUD Kabupaten Bandung, Kamis (29/8/2024).

Asri memaparkan bahwa bahasa isyarat bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga hak yang sangat diperlukan oleh komunitas Tuli untuk mendapatkan informasi yang jelas dan tepat. “Bahasa isyarat sangat penting karena menjadi sarana bagi kami, kaum Tuli, untuk mengakses informasi dan fasilitas secara adil,” ujarnya.

Asri, yang berasal dari Cimahi dan kini tinggal di Bandung, menekankan bahwa dalam berbagai situasi, bahasa isyarat menjadi kebutuhan yang tidak bisa diabaikan.

“Contohnya, dalam proses pemilihan ini, bagaimana kami bisa memastikan hak-hak Tuli terjamin tanpa adanya akses bahasa isyarat? Akses ini penting sekali, baik secara visual maupun dalam bentuk bahasa isyarat, karena itu yang kami butuhkan untuk mencapai kesetaraan dengan orang-orang yang mendengar,” jelasnya.

Menurut Asri, komunikasi melalui bahasa isyarat harus menjadi bagian dari fasilitas publik yang inklusif. “Orang yang mendengar bisa langsung memahami informasi yang disampaikan secara lisan, sementara kami, komunitas Tuli, membutuhkan akses visual dan bahasa isyarat. Ini penting sekali,” kata Asri.

Ia juga menyampaikan harapannya agar pemerintah lebih terbuka dan memberikan akses penuh terhadap bahasa isyarat dalam setiap aspek pelayanan publik.

“Saya berharap pemerintah benar-benar sadar akan pentingnya bahasa isyarat. Informasi itu adalah hak semua orang, termasuk kami yang Tuli. Jangan mendiskriminasi atau mengesampingkan kebutuhan kami. Kami harus dilibatkan sepenuhnya dalam akses terhadap informasi di semua fasilitas,” tegas Asri.

Asri memberikan contoh bagaimana seharusnya fasilitas publik dapat lebih ramah terhadap komunitas Tuli, misalnya dengan menyediakan teks berjalan (caption) di layanan publik dan program televisi.

“Harapan saya, fasilitas publik bisa lebih inklusif dan ramah disabilitas, terutama untuk Tuli. Pemerintah dan masyarakat harus memastikan akses ini tersedia secara penuh,” katanya.

Asri juga menggarisbawahi pentingnya kesetaraan dalam akses informasi, terutama bagi komunitas Tuli. Menurutnya, diskriminasi dalam bentuk apapun, termasuk pengabaian terhadap kebutuhan bahasa isyarat, tidak boleh terjadi.

“Kita harus mengedepankan kesetaraan. Informasi adalah hak semua orang, dan kami membutuhkan akses yang sama seperti orang yang mendengar,” pungkas Asri.

Dengan pesan yang kuat ini, Asri berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mewujudkan fasilitas publik yang inklusif, sehingga hak-hak komunitas Tuli dapat terpenuhi tanpa hambatan.

Lily Setiadarma