wartaparahyangan.com
CIANJUR – Dalam rangkaian acara Bulan Bahasa yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Suryakancana Cianjur, Kamis (7/11/2024), Prof. Dr. Yus Rusyana dan penulis muda Faisal Syahreza akhirnya bisa tampil bersama di auditorium perguruan tinggi ternama di Cianjur ini.
Diskusi yang dihadiri sekitar 80 undangan dan peserta ini berlangsung hangat dan penuh antusiasme. Acara yang dipandu oleh Indri Hidayati Putri, seorang mahasiswa PBSI Universitas Suryakancana tersebut yang mampu mengarahkan jalannya diskusi dengan renyah dan inspiratif.
Prof. Dr. Yus Rusyana, pakar bahasa dan sastra Indonesia, memulai acara dengan menyampaikan panduan menulis puisi berjudul “Petunjuk Menulis Puisi.” Pada kesempatan itu dengan gayanya yang khas menekankan pentingnya pengamatan lingkungan dan budaya sekitar sebagai sumber inspirasi dalam membuat puisi.
“Puisi yang digubah harus berasal dari kehidupan masyarakat dan budaya yang ada di Tanah Air kita,” ujar Prof. Yus Rusyana. Ia mengajak para peserta untuk memperhatikan keadaan alam, flora dan fauna, serta kegiatan masyarakat sebagai bahan utama dalam penciptaan puisi yang mencerminkan kehidupan.
Guru besar bahasa dan sastra penerima hadiah Sastra Sunda Rancage dari sastrawan sekaligus budayawan Ajip Rosidi untuk kumpulan cerpen “Jajatén Ninggang Papastén” ini, menyampaikan beberapa langkah praktis dalam membuat puisi, mulai dari penyusunan larik dan bait, pengaturan irama, hingga pemeriksaan persajakan yang membuat puisi lebih hidup.
Prof. Yus Rusyana juga menganjurkan agar para penulis muda selalu membaca ulang karya mereka untuk memastikan isi hati dan pesan yang ingin disampaikan benar-benar tercurahkan dalam bait-bait puisi. “Jika ada perubahan, silakan tuliskan lagi,” katanya, mendorong para peserta untuk tidak ragu memperbaiki dan menyempurnakan karya mereka.
Sebelum presentasi, penulis “Numahal ti Batan Inten” (Kumpulan Puisi, 1980) itu sempat membacakan beberapa sajak, salah satunya berjudul “Sarébu Bulan,” yang menggunakan bahasa Sunda. Ia bercerita sajak ini dibuat untuk menggambarkan perjalanan hidup manusia dalam refleksi kebersamaan dan kesendirian dengan bulan sebagai saksi abadi. Berikut penggalan sajak tersebut:
Sarébu Bulan
Dina hiji peuting urang jalan-jalan duaan, katilu bulan
Dina hiji peuting urang jalan-jalan duaan, sarébu bulan
Dina hiji peuting urang jalan-jalan sorangan, kadua bulan
Dina hiji peuting taya saurang nu jalan-jalan, ngan kari bulan
Sementara itu, Faisal Syahreza, penulis muda yang dikenal dengan karya-karya kontemporernya yang diminati anak-anak muda, berbicara tentang tantangan generasi muda dalam mengekspresikan diri melalui puisi. Faisal membagikan pengalaman dan cara praktis membuat puisi dan menjadikan sastra sebagai media untuk mengungkapkan realitas sosial dan budaya.
Sebagai aktivis berbagai komunitas sastra dan teater, Faisal mengajak para peserta untuk menulis dari hati dan menjadikan karya sastra sebagai cerminan dari pemikiran dan pengalaman orisinal mereka sehari-hari.
Faisal juga menyampaikan kekagumannya terhadap panduan menulis dan karya Prof. Yus Rusyana. “Prof. Yus adalah sosok yang menginspirasi. Panduannya memberikan arahan yang mendalam tentang bagaimana kita bisa menciptakan puisi yang berarti,” ujar Faisal.
Asep R. Rasyid