wartaparahyangan.com
SUKABUMI – Apabila membuka sejarah proses empat kali Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung, yaitu sejak 2005, 2010, 2015 dan 2020 di Kabupaten Sukabumi, kita akan menemukan calon petahana wakil bupati (wabup) yang mencalon diri untuk menjadi Bupati pada Pilkada tidak pernah terpilih atau selalu gagal menjadi Bupati.
Apakah hal itu suatu Mitos? Karena hal ini terjadi pula kepada Iyos Somantri. Wakil Bupati Sukabumi yang mencalonkan diri untuk menjadi Bupati Sukabumi pada Pilkada 27 November 2024 itu gagal pula untuk menjadi Bupati Sukabumi Periode 2025-2030
Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sukabumi tentang Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat serta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sukabumi pada 5-6 Desember 2024 di Gedung DPRD Kabupaten Sukabumi, Jalan Jajaway Palabuanratu, dihasilkan perolehan suara masing-masing paslon sebagai berikut:
Paslon nomor urut 1, Iyos Somantri-Zainul S, memperoleh 498.996 suara. Sedangkan paslon nomor urut 2, Asep Japar-Andreas memperoleh 564.831 suara. Terpaut 65.835 suara, atau paslon 1 hanya memperoleh 46,91 persen, sedangkan paslon 2 mendapat 53,09 persen.
Dengan demikian, Iyos Somantri, Wakil Bupati yang berpasangan dengan Zainul gagal menjadi Bupati. Maka pasangan Asep Japar-Andreas atau pasangan AA ditetapkan sebagai pemenangnya.
Kegagalan Iyos Somantri sebetulnya bukan hanya faktor adanya mitos yang tidak bisa ditembus Iyos, tapi adanya beberapa faktor yang tidak bisa dilakukan Iyos saat menjadi Wakil Bupati selama 4,5 tahun. Sepertinya Iyos terlena dengan keberhasilannya menjadi Wakil Bupati yang berpasangan dengan Marwan Hamami pada Pilkada 2020.
Seperti yang dikatakan H. Dudung Abdullah, pengamat politik di Sukabumi, bahwa Iyos tidak berusaha memelihara jaringan pendukung yang telah mengantarkan dirinya menjadi Wakil Bupati. Iyos kadang selalu mengelak atau menghindar kepada para pendukungnya apabila ditanya atau diminta aspirasi pendukungnya, dan selalu berkata bahwa wewenangnya hanya sebatas bahu atau tidak bisa melangkahi kepala. Hal ini diasumsikan bahwa Iyos adalah Wakil Bupati yang pelit (koret).
Faktor kegagalan kedua, kata Dudung, Tim Pemenangan Iyos atau Relawannya gagal mem-branding pasangan Iyos dengan Zainul sebagai pasangan yang layak dijual kepada masyarakat. Di antaranya, kata dan lagu APAL MEUREUN, slogan ASIK dan MEMBANGUN SUKABUMI BARU. Kata lagu dan slogan tersebut sepertinya menjadi bomerang buat Iyos, dan kadang dimanfaatkan oleh pihak pasangan 02 untuk dipelesetkan.
“Sebetulnya pada 2 tahun ke belakang, Pak Iyos itu pernah diwanti-wanti oleh teman saya yang juga teman dekatnya Pak Iyos, bahwa apabila akan tampil di Pilkada 2024 sebagai calon Bupati, Pak Iyos harus memiliki beberapa variabel Pilkada yang menjadi elemen kunci kemenangan. Yaitu, harus selalu hadir sebagai sosok Wakil Bupati yang genuine, dekat dengan rakyat, memiliki integritas moral tinggi, cerdas dan merawat jaringan relawan dengan tulus. Apalagi Pak Iyos punya pengalaman 35 tahun atau rekam jejak di pemerintahan yang baik, dari staf biasa hingga menjadi Sekda, kemudian menjadi Wakil Bupati,“ ungkap Dudung, yang juga Ketua Umum LSM Kompak Sukabumi.
Seperti diketahui, isu kegagalan calon berstatus wakil bupati untuk menjadi bupati dianggap sebagai keniscayaan dari langit atau dianggap mitos. Tapi memang di dunia politik, isu mitos se-absurd apa pun akan mendapatkan justifikasi atau pembenaran para penganut “Ilmu cocokologi” adalah fakta empirik di sejarah Pilkada Kabupaten Sukabumi sejak 2005.
Dimulai pada Pilkada 2005, saat itu Ucok Haris Maulana, calon bupati yang menjadi Wakil Bupati periode sebelumnya berpasangan dengan Maman Sulaeman produk pemilihan DPRD, gagal menjadi Bupati, dikalahkan oleh Sukmawijaya yang berpasangan dengan Marwan Hamami. Padahal figur Ucok sebagai ketua DPC PDIP banyak dikenal oleh masyarakat.
Kemudian pada Pilkada 2010, saat itu Marwan Hamami, Wakil Bupati Sukabumi atau unsur petahana menjadi salah satu calon bupati. Namun gagal pula atau tidak terpilih menjadi bupati karena dikalahkan oleh petahana pula, yaitu pasangan Sukmawijaya dengan Achmad Jajuli. Padahal saat itu nama Marwan Hamami figur kuat yang mumpuni dikenal masyarakat karena sebagai ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sukabumi.
Berlanjut pada Pilkada 2015, nama Achmad Jajuli (alm) ramai dibicarakan sebagai calon kuat bupati menggantikan Sukmawijaya yang telah 2 periode menjadi bupati. Saat menjadi wakil bupati, Jajuli rajin menyambangi simpul-simpul masyarakat sambil menebar berbagai janji untuk meminta dukungan sebagai calon bupati.
Saat itu Jajuli sangat optimis dan berpasangan dengan Iman Adi Nugraha, Ketua DPD PAN sebagai calon wakil bupati yang berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Namun hasilnya, Jajuli harus menerima kenyataan seperti Marwan Hamami di Pilkada 2010. Jajuli gagal menjadi bupati Sukabumi. Maka terpilihlah pasangan Marwan Hamami dan Adjo Sardjono menjadi Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi.
Pun demikian pada Pilkada 2020 saat pandemi Covid-19 merajalela, nama Adjo Sardjono banyak digadang-gadang dan dilamar oleh berbagai partai politik untuk menjadi calon bupati periode 2020-2025.
Nama Adjo berkibar di seantero Kabupaten Sukabumi sebagai calon bupati terkuat yang akan bersaing dengan Marwan Hamami. Saat itu, Adjo berpasangan dengan Iman Adinugraha di posisi wakilnya, namun pada kenyataannya Adjo harus menerima pil pahit juga seperti Achmad Jajuli yang pernah dikalahkannya dan harus mengakui kemenangan pasangan Marwan Hamami dengan Iyos Somantri.
Demikian pula pada Pilkada 2024, nama Iyos selalu berkibar tinggi, didukung mayoritas partai politik, dengan hasil dari berbagai lembaga survey menempatkan Iyos sebagai calon yang amat berpeluang menjadi bupati dibandingkan Asep Japar. Namun sayang mitos Pilkada Kabupaten Sukabumi tidak bisa ditembus Iyos. Pasangan Iyos-Zainul tetap gagal.
Ujang S. Chandra