Pilkada 2020: Merajut Wajah Cianjur Hari Esok

Oleh
Dikkeh Hendrasjah *)

Pilkada Cianjur, 9 Desember 2020, diikuti empat Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati. Mereka adalah Muhammad Toha-Ade Sobari (HaDe) Nomor Urut 1, Oting Zaenal Mutaqqin-Wawan Setiawan (OTW) Nomor Urut 2, Herman Suherman-Tb. Mulyana (BHSM) Nomor Urut 3, dan Lepi Ali Firmansyah-Gilar Budi Raharja (Pilar) Nomor Urut 4.

Apabila dilihat dari komposisi paslon, tampaknya cukup memberikan pilihan alternatif bagi masyarakat dilihat dari sisi usia dan latar belakang aktivitas yang dimiliki setiap paslon.

Satu hal yang menarik dalam setiap perhelatan pilkada adalah ketika kita mempertanyakan tentang program apa yang akan ditawarkan oleh setiap paslon dalam kampanyenyauntuk meraih simpati masyarakat termasuk di Cianjur.

Apakah akan tetap berkutat dengan isu-isu klasik yang sudah menjadi hukum besi pada setiap kampanye seperti bagaimana menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan tidak korup, tata kelola dunia pendidikan, tata kelola pertanian, masalah kesenjangan kehidupan, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, perluasan lapangan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengurangi angka kemiskinan, kesamaan perlakuan di depan hukum, pemberdayaan UMKMK dan pembangunan sarana dan prasarana fisik.

Ataukah nantinya akan ada terobosan lebih kongkrit yang menawarkan solusi kreatif mengenai isu-isu mutakhir yang terjadi saat ini.

Dari sekian banyak isu yang akan menjadi paparan tawaran program dari setiap paslon, setidaknya terdapat 3 isu mutakhir  yang bisa menjadi alternatif kajianuntuk menjawab tantangan bagaimana seharusnya Cianjur dikelola kedepannya menuju Cianjur yang lebih baik dan bermartabat.

Ke 3 isu tersebut yakni strategi penanganan pandemi Covid-19, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) danpemekaran wilayah Cianjur.

Penanganan Pandemi Covid-19

Pandemi Covid 19 ini telah mengubah tatanan kehidupan di segala bidang, mulai dari tata pergaulan,politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, kesehatan, hingga hubungan antar personal baik informal maupun formal dan ini terjadi dalam skala global.

Sektor yang paling terdampak tentunya adalah sektor ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pekerja formal/informal yang dirumahkan ataupun kehilangan pekerjaan, menurunnya pendapatan pelaku usaha mulai dari skala mikro, kecil sampai menengah yang berujung pada semakin menurunnya daya beli masyarakat.

Untuk Cianjur sendiri, walaupun masih tergolong wilayah yang masuk zona risiko rendah-sedang,namun patut menjadi perhatian ke depannya,mengingat posisi geografis Cianjur yang berbatasan langsung dengan wilayah Jabodetabek. Kondisi ini menyebabkan tingginya arus mobilitas masyarakat yang keluar masuk wilayah Cianjur-Jabodetabek.

Untuk masyarakat Cianjur bisa jadi karena alasan bekerja atau aktivitas usaha. Sementara untuk masyarakat Jabodetabek bisa jadi alasan “personal travelling”, salah satunya adalah untuk berwisata ke daerah puncak dan Cipanas. Sementara kita tahu wilayah Jabodetabek, khususnya DKI Jakarta  merupakan wilayah yang masuk zona risiko tinggi dengan angka positive rate tertinggi untuk kasus Covid-19 ini.  

Sampai saat ini kita belum mengetahui secara pasti kapan pandemi ini akan berakhir dan akan seperti apa akhirnya. Tentunya ini menjadi tantangan tersendiri bagi setiap paslon saat mereka terpilih nanti. Bagaimana setiap paslon bisa memaparkan programnya dalam mengelola dampak pandemi saat ini dan pasca pandemi.Langkah-langkah apa yang akan dilakukan dalam melakukan sosialisasi, menerapkan dan memastikan masyarakat dan kelembagaan agar patuh pada protokol kesehatan serta disiplin untuk menerapkan adaptasi kebiasaan baru dalam keseharian. Masyarakat harus dibuat nyaman, saling peduli dan tidak saling mencurigai.

Yang paling utama adalah pemerintah dan aparat harus menjadi “panutan” dalam penerapan protokol kesehatan, baik dalam situasi formal ataupun non formal. Disadari atau tidak pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan kehidupan di segala bidang yang menuntut kita untuk bisa beradaptasi dengan kebiasaan baru.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Dalam perkembangannya, keberhasilan pembangunan di suatu daerah tidak hanya diukur dari besarnya Produk Domestik bruto (PDB), namun juga dilihat dari keberhasilan dalam membangun kualitas sumberdaya manusia (masyarakatnya) yang tercermin dari besaran Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPMadalah pengukuran atas perbandingan tingkat harapan hidup, pendidikan dan standar hidup.Biasa digunakan sebagai indikator untuk mengelompokkan suatu wilayah, termasuk wilayah maju, berkembang atau terbelakang. Jadi IPM bisa menjadi alat ukur keberhasilan dalam membangun kualitas hidup manusia (masyarakat) dan menentukan peringkat kemajuan pembangunan di suatu wilayah.

Bagi pemerintah Indonesia, IPM menjadi hal krusial karena selain sebagai alat ukur kinerja pemerintah, juga digunakan sebagai salah satu aspek dalam menentukan Dana Alokasi Umum (DAU).

Merujuk pada data BPS Jabar, dalam rentang tahun 2010-2019 dari 27 kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat, ternyata Kabupaten Cianjur terlihat “betah” sebagai juru kunci. Memang dari tahun  ke tahun IPM Cianjur terus meningkat, seperti tahun 2019 IPM Cianjur adalah 65,38 atau meningkat 0,76 dari IPM tahun 2018 sebesar 64,62. Akan tetapi faktanya kabupaten/kota lain pun mengalami peningkatan juga sehingga posisi Kabupaten Cianjur tetap berada di peringkat terakhir.

Tentunya hal itu bukan kondisi yang mengembirakan. Rendahnya angka IPM Kabupaten Cianjur dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Jabar ini akan memunculkan pertanyaan, apa sebenarnya yang menjadi kendalapemerintah dalam mengelola masalah IPM selama ini.

Lalu apakah nantinya akan ada paslon yangmau membahas persoalan ini dan mampu menawarkan solusi tidak hanyauntuk menaikan angka IPM, tetapi juga bagaimana bisa melakukan upaya percepatan untuk mengangkat peringkat IPM Kabupaten Cianjur dari posisi juru kuncidalam 5 tahun kedepan. 

Pemekaran Wilayah Cianjur

Masalah pemekaran wilayah di Cianjurdengan akan dibentuknya DOB Kabupaten Cianjur Selatan dan Kota Cipanas bukanhal yang baru, karena hal ini sudah tercantum dalam Pola Induk Pengembangan Wilayah Propinsi DT. I Jawa Barat dalam Jangka Panjang (25-30 tahun) melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat No.31 tahun 1990. Artinya tahun 2020 ini seharusnya menjadi tahun terakhir dalam tahapan implementasi peraturan tersebut.

Perlu dipahami tujuan dari pemekaran wilayah ini adalah untuk mempercepat pemerataan pembangunan dan menyeimbangkan kemajuan pembangunan antar wilayah, namun  tampaknya Cianjur menjadi salah satu wilayah yang belum bisa melaksanakan amanah dari Keputusan Gubernur tersebut.

Berbeda dengan pemekaran wilayah di Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang sudah terealisasi.

Saat Plt Bupati Cianjur mendeklarasikan akan dibentuknya daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Cianjur Selatan dan akan melakukan kajian kembali pembentukan Kota Cipanas di tahun 2020 ini, tentunya bukan sebuah “lips service” untuk meraih simpati masyarakat di Cianjur Selatan dan Cipanas terkait Pilkada 2020. Sejatinya masalah pemekaran wilayah ini sudah menjadi “political will” dari pemerintah tingkat atasnya.

Pada akhirnya masalah pembentukan DOBakan menjadi kepentingan seluruh masyarakat Cianjur. Tidak hanya bagi masyarakat di Cianjur selatan dan Cipanas yang akan menunggu kepastian dan kejelasan mengenai tahapan pembentukan DOB ini, namun masyarakat Cianjur diluar kedua wilayah tersebut pun berhak untuk tahu mengenai strategi apa yang akan dijalankan oleh Pemkab Cianjur nantinya supaya tetap survive terutama menyangkutaspek keuangan daerah (PADS) jika kedua DOB ini terbentuk.

Tentunya hal itu menjadi tantangan buat setiap paslon untuk meyakinkan seluruh masyarakat, bahwa adanya pemekaran wilayah ini adalah untuk saling mendayagunakan dan mempercepat kemajuan antardaerah.

Sudah menjadi konsekuensi dari petahana yang maju dalam perhelatan Pilkada jika menjadi sasaran kritik atas pembangunan yang sudah berjalan.

Hal yang bijak adalah untuk tidak melakukan “counter attack” dengan menuduh balik semua kritik itu sebagai kampanye negatif dari pihak kompetitor, namun yang lebih penting adalah bagaimana seorang petahana mampu menunjukan bisa menguasai faktor penyebab dan kendalanya serta mampu menyampaikan program yang logis untuk memperbaikinya.

Adapun untuk paslon lainnya bisa meyakinkan masyarakat bahwa mereka benar-benar mengetahui dan memahami berbagai persoalan krusial yang sedang terjadi di Cianjur serta mampu membuat tawaran program yang bisa menjadi solusi dan diterima oleh masyarakat.

Harapan terbaik yang diinginkan olehmasyarakat Cianjur adalah kampanye dan program yang ditawarkan oleh setiap paslonakan diisi oleh paparanprogram yang akan mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat demi kemajuan daerah Cianjur, bukan kampanye dengan janji-janji kosong yang tidak membumi apalagi sampai menimbulkan proses pembodohan bagi masyarakat pemilih.

Semoga!

* Pemerhati masalah Cianjur