WartaParahyangan.com
BANDUNG – Pemerintah Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, menghadapi pekerjaan rumah dalam menyelesaikan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), karena hingga kini ribuan bidang tanah di desa tersebut belum memiliki sertifikat.
Hal itu diungkapkan Kepala Desa Cisondari, Dudi Wiwaha, saat ditemui di kantornya, Rabu (16/4/2025). Ia menegaskan bahwa sejak dirinya menjabat, Desa Cisondari belum kembali menerima program PTSL secara resmi.
“Saya belum pernah menerima pelaksanaan program PTSL selama menjabat. Informasi dari staf menyebutkan bahwa program ini masuk pertama kali pada 2012,” ujar Dudi.
Setelah tahun 2012, Desa Cisondari kembali menerima program PTSL sekitar tahun 2017 hingga 2018. Pada periode tersebut, pemerintah pusat menargetkan 1.000 bidang tanah untuk disertifikasi di Desa Cisondari.
Namun hingga kini, Dudi menyebut masih ada sejumlah bidang yang belum selesai diproses. “Dulu sempat tersisa sekitar 100 bidang yang belum rampung. Sekarang tinggal sekitar 70 bidang lagi yang masih kami kawal,” katanya.
Dudi juga meluruskan informasi yang sempat beredar di beberapa media tentang adanya program PTSL pada 2022. “Itu tidak benar. Tidak ada pelaksanaan program PTSL di Cisondari pada 2022,” tegasnya.
Di tengah upaya menyelesaikan program sebelumnya, Desa Cisondari juga menghadapi tantangan baru. Berdasarkan data dari tim pengukuran tanah yang datang pada tahun 2021, terdapat sekitar 3.000 bidang tanah tambahan yang belum bersertifikat.

Dudi mengungkapkan harapannya kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar data yang digunakan benar-benar akurat. “Data itu berasal dari pihak ketiga. Mereka mengukur lahan berdasarkan citra satelit. Kami butuh kejelasan agar tidak menimbulkan persoalan baru,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mendukung program tersebut. Dudi meminta warga memastikan legalitas dan penguasaan fisik lahan sebelum mengajukan permohonan sertifikat.
“Saya minta warga memeriksa kelengkapan data tanah mereka. Jangan sampai tanah yang bermasalah ikut disertifikatkan. Proses ini butuh tanggung jawab bersama,” kata Kades Cisondari.
Selain program PTSL, masyarakat juga banyak mengurus akta jual beli (AJB) melalui pemerintah desa. Dudi menyebutkan bahwa pihaknya siap melayani kebutuhan tersebut sepanjang prosedur dan persyaratan terpenuhi.
“Kami tetap melayani pembuatan AJB. Tapi untuk program PTSL, prosesnya lebih panjang dan perlu koordinasi lintas instansi,” katanya.
Sekretaris Kecamatan Pasirjambu, Dani Ramdani, S.TP., juga memberikan keterangan serupa. Dani menyatakan bahwa selama dirinya bertugas sejak 2003, Kecamatan Pasirjambu belum pernah menerima program PTSL secara menyeluruh.
“Sejak saya bekerja di kecamatan ini, saya belum pernah mendapati program PTSL berjalan secara resmi. Kalaupun ada, kemungkinan langsung melalui desa tanpa melibatkan kecamatan,” ujarnya.

Dani menilai koordinasi antarinstansi sangat penting untuk mempercepat pelaksanaan program tersebut. Ia juga meminta desa memastikan kesesuaian antara data yang mereka miliki dan data dari tim pengukur.
“Kami minta seluruh kepala desa di Pasirjambu menyinkronkan data mereka. Data harus sesuai antara yang tercatat dan yang ada di lapangan,” tegas Dani.
Ia juga menyarankan agar masyarakat tidak melibatkan pihak ketiga dalam pengurusan sertifikat, tapi warga datang langsung ke pemerintah desa atau petugas resmi untuk memproses dokumen tanah.
“Sebaiknya warga datang langsung ke kantor desa. Dengan begitu, proses menjadi jelas dan bisa dikawal sesuai aturan,” sarannya.
Menurut Dani, keterbukaan informasi dan koordinasi lintas pihak sangat penting untuk menghindari kesalahan data. Karena ketidaksesuaian antara data dan fisik di lapangan bisa menghambat proses sertifikasi.
“Kalau datanya tidak cocok dengan kondisi nyata, itu bisa jadi sumber masalah. Maka kami minta semua pihak jujur dan teliti dalam menginput data,” pungkasnya.
Lily Setiadarma