WartaParahyangan.com
CIANJUR – Sabtu malam (10/5/2025), langit Cianjur dipenuhi cahaya dan tepuk tangan dari puluhan ribu penonton yang memadati Lapangan Yonif 300 dalam gelaran Aloha Fest 2.0 Tahun 2025.
Menjelang penampilan band legendaris Dewa 19 dan musisi papan atas lainnya, panggung festival lebih dulu disihir oleh penampilan kolosal Tari Puspa NusVantara dari Studio Lokatmala Indonesia.
Tarian ini menjadi penanda bahwa budaya lokal mampu berdiri gagah bahkan di panggung hiburan berskala nasional dan internasional. Koreografer terkemuka Wina Resky Agustina, M.Sn., sekaligus Ketua Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia berhasil menyuguhkan narasi puitis dalam gerak tradisi dengan tetap mengedepankan semangat modernitas dan kebaruan.
Gerakan para penari dalam kostum emas dan kipas bercahaya memecah kabut dan sorot lampu, menciptakan atmosfer teatrikal sehingga mampu membius penonton sejak detik pertama. Wina menyebut karya ini sebagai “jembatan antara tradisi yang lembut dan teknologi yang lantang.”
Lapisan emosional tarian ini semakin kuat berkat komposisi musik garapan Rizki Ferry Ramdani, komposer muda yang tengah mencuri perhatian di ranah pertunjukan dan akademik.
Rizki yang baru saja meraih Juara I Choir Competition di Kamboja dan kini menjadi Dosen ASN di ISBI Bandung, meracik suara gamelan digital, vokal etnik, dan beat elektronik dalam iringan yang merayakan keberanian, keindahan, dan spiritualitas budaya Nusantara.
Penonton yang mayoritas anak muda dan keluarga urban nampak terdiam lalu bersorak menyaksikan tarian yang tampil bukan sebagai selingan, tetapi sebagai sorotan utama sebelum deretan musisi besar menggebrak panggung.
Bagi Lokatmala, momentum ini bukan sekadar panggung seni, melainkan arena untuk menunjukkan bahwa budaya tradisional tak kalah megah bila dikemas dengan visi dan inovasi.
Sebagai yayasan yang konsisten bergerak di bidang pelestarian dan pengembangan budaya lokal, Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia telah menjalankan banyak inisiatif seperti Pertunjukan Teater Musikal “Dari Pancaniti ke Ceurik Oma’, Cianjur 1834, Monolog Kesaksian Nyai Apun Gencay, hingga pendampingan budaya pada kampung adat. Semua kegiatan itu berpijak pada prinsip bahwa kebudayaan harus mengakar, mengalir, dan menjawab zaman.
“Melalui “Puspa NusVantara”, Lokatmala menunjukkan bahwa tradisi bukan sekadar warisan, tapi medan ekspresi yang terus tumbuh,” ungkap Wina yang juga dosen Seni Budaya Universitas Suryakancana (UNSUR) Cianjur ini.
Di tengah sorak-sorai ribuan penonton Aloha Fest yang menantikan lagu-lagu Dewa 19, sepotong tarian dari bumi Sunda berhasil menyusup dan membekas di ruang batin para penonton, mengajak mereka untuk percaya bahwa masa depan budaya Indonesia akan tetap berbunga, asal kita berani menari bersama waktu dan sedia melestarikannya.
Asep R. Rasyid