Budayawan Apih Cuncun Ingin di Kabupaten Bandung Ada Museum Berbasis Sekolah

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Budayawan Kabupaten Bandung, H. Cuncun Ahmad Hudaya, S.Pd., M.Si., yang akrab disapa Apih Cuncun, ingin di daerahnya ada museum berbasis sekolah untuk melestarikan peninggalan sejarah dan seni budaya tradisional yang ada di Kabupaten Bandung.

“Saya punya konsep sebuah museum untuk pelestarian budaya yang tempatnya di komplek sekolah, khususnya SMA-SMA yang besar, atau masyarakat menyebutnya SMA favorit. Ya semacam miniatur museum-lah,” ujar Apih Cuncun kepada wartaparahyangan.com saat bertemu di acara peresmian Penginapan Tiga Putri Botram di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Selasa (21/1/2025).

Di komplek sekolah itu, lanjut Apih Cuncun, ada satu gedung atau ruangan yang berisi peninggalan sejarah, perkakas kebudayaan, kesenian tradisional dan semacamnya. Bentuknya bisa berupa benda-benda bersejarah atau benda-benda kebudayaan, bisa juga berupa dokumen baik foto maupun tulisan atau buku.

“Miniatur museum itu juga bisa diisi dengan perkakas dapur yang terkait dengan kearifan lokal Jawa Barat, yang mungkin anak-anak sekarang terutama yang lahir dan tinggal di perkotaan, sudah tidak mengetahuinya lagi, seperti sèèng, aseupan dan hawu. Walaupun mungkin perkakas itu sudah tidak ada, paling tidak di museum itu ada foto-fotonya,” tutur Apih Cuncun.

Bahkan, kata Apih Cuncun, karena miniatur museum ini berada di komplek SMA, maka pihak sekolah bersangkutan bisa juga mengisi museum itu dengan barang-barang atau foto-foto yang terkait langsung dengan perjalanan sejarah SMA itu sejak berdiri hingga sekarang. Atau bisa juga diisi dengan foto-foto alumni yang berhasil menjadi bupati, menteri atau pejabat lainnya.

“Kalau koleksinya sudah relatif banyak, saya kira museum ini bukan saja sangat bermanfaat untuk pelestarian budaya bagi para siswa SMA itu sendiri, tapi juga bisa menjadi tempat wisata edukasi bagi siswa-siswi dari sekolah lain. Bahkan tidak menutup kemungkinan dijadikan salah satu lokasi penelitian mahasiswa,” ungkapnya.

Tentu kalau koleksinya sudah banyak, lanjut Apin Cuncun, di museum itu perlu ditempatkan tenaga ahli kebudayaan, dan untuk itu pihak sekolah bisa bekerja sama dengan dinas terkait, misalnya dinas pendidikan atau dinas kebudayaan dan pariwisata.

Apih Cuncun pun mengaku konsep museum berbasis sekolah itu telah disampaikan kepada Bupati Bandung Dadang Supriatna. “Meskipun disampaikannya baru secara lisan saat saya bertemu Pak Bupati, tapi beliau meresponnya dengan baik, karena kita belum punya museum,” ujarnya.

Ia juga memahami bahwa untuk mendirikan miniatur museum di sebuah SMA, perlu koordinasi dengan Dinas Pendidikan Jabar, karena kewenangan pengelolaan SMA/SMK ada di pihak pemerintah provinsi. Hal itu menurutnya mudah dikoordinasikan karena tujuannya sangat baik dan masih terkait erat dengan pendidikan.

“Kalau museum berbasis sekolah itu bisa terwujud, misalnya saja di SMA Margahayu yang selama ini memang disebut masyarakat sebagai SMA favorit, maka SMA tersebut akan punya nilai plus dengan inovasinya mendirikan museum,” katanya.

Lily Setiadarma

Leave a Reply