WartaParahyangan.com
CIANJUR – Sebuah karya baru kembali lahir dari tangan penulis dan wartawan senior asal Cianjur, Saep Lukman. Novel berjudul “PANCANITI & Rahasia Manuskrip 17” ini resmi diterbitkan oleh Langgam Pustaka (Tasikmalaya, 2025) dan mulai menyita perhatian publik literasi, terutama kalangan pencinta sejarah dan sastra futuristik.
Karya ini menghadirkan paduan antara sejarah dan teknologi dalam satu bingkai naratif yang memikat. Melalui tokoh utama Linh seorang mahasiswi yang mempertanyakan arah peradaban manusia modern, Saep mengajak pembaca menelusuri lintasan waktu dari masa lampau Cianjur menuju dunia pasca-kemanusiaan yang sarat refleksi spiritual dan intelektual.
Novel ini, kata Saep, tidak dimaksudkan sebagai buku sejarah dalam pengertian akademik, melainkan tafsir kultural yang lahir dari imajinasi sastra. “Saya bukan sejarawan, sehingga tidak elok bila menulis sejarah yang benar-benar sejarah. Maka saya memilih menulisnya sebagai novel,” ujarnya.
“Melalui fiksi, saya bisa menafsirkan sejarah Cianjur dari masa ke masa dengan kebebasan imajinatif—tanpa kehilangan ruh dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” sambungnya.
Launching Buku
Peluncuran resmi novel PANCANITI & Rahasia Manuskrip 17 akan digelar Kamis, 30 Oktober 2025, di Gedung Arsip dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) Kabupaten Cianjur, Jalan Slamet Riyadi No.1, Pamoyanan Kecamatan Cianjur.
Acara ini merupakan kolaborasi Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia, Disarpus Kabupaten Cianjur, dan gerakan sosial Teh Metty Peduli, dengan dukungan berbagai media lokal. Agenda peluncuran akan diisi dengan dialog budaya, pembacaan fragmen novel, serta sesi interaktif bersama komunitas literasi.

Novel PANCANITI merupakan bagian pertama dari tetralogi fiksi sejarah Cianjur, yang akan mencakup empat fase: mitologis, kolonial, modern, dan posthuman. Setiap fase memuat tafsir filosofis dan refleksi tentang transformasi masyarakat Sunda, khususnya Cianjur, dalam menghadapi perubahan zaman.
Menggabungkan unsur sains, spiritualitas, dan sejarah lokal, Saep menempatkan Cianjur sebagai ruang simbolik yang hidup kembali. Dari Pancaniti sebagai pusat pengetahuan kuno hingga manuskrip rahasia yang diyakini menyimpan pengetahuan peradaban, novel ini menjelma sebagai alegori perjalanan manusia mencari makna di tengah kemajuan teknologi.
Desain sampulnya yang menampilkan wajah manusia bercampur mesin menjadi representasi visual atas gagasan utama buku ini, yakni tentang batas antara jiwa dan teknologi. ”Novel ini adalah cara saya membaca ulang sejarah, bukan dengan kacamata masa lalu, tapi dengan imajinasi masa depan,” tambah Saep.
“Cianjur punya banyak rahasia yang belum diungkap. Melalui Pancaniti, saya ingin menulisnya kembali dengan bahasa zaman ini.” ungkapnya lebih lanjut.
PANCANITI & Rahasia Manuskrip 17 kini tersedia di penerbit Langgam Pustaka dan berbagai toko buku daring seharga Rp149.000. Lebih dari sekadar novel, karya ini menjadi undangan untuk membaca ulang sejarah Cianjur, bukan sebagai nostalgia masa lampau, tetapi sebagai peta arah masa depan manusia dan kebudayaan.
Asep R. Rasyid











