WartaParahyangan.com
JAKARTA – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Dr. Tubagus Ace Hasan Syadzily, M.Si., mengatakan, bangsa Indonesia harus memiliki ketahanan sistemik dalam menghadapi tantangan saat ini yang sulit diprediksi.
Pernyataan itu disampaikan Gubernur Lemhannas RI dalam Orasi Kebangsaan HUT ke-60 Lemhannas RI bertema dan subtema, “Ketahanan Nasional Wujudkan Indonesia Maju: dari Stabilitas Menuju Inovasi Berkelanjutan, Rejuvenasi Lemhannas Pilar Ketahanan Nasional” di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Hadir dalam acara itu, Wakil Gubernur Lemhannas RI Laksamana Madya TNI Edwin, SH, MHan., MH, Sekretaris Utama Lemhanas RI Komjen Pol Drs. RZ Pancaputra, para deputi, para mantan gubernur dan wakil gubernur Lemhannas RI, menteri, dan pimpinan lembaga.
Mengawali orasi kebangsaan, Gubernur Lemhannas RI mengatakan, Lemhannas RI didirikan bukan hanya untuk mencetak calon-calon pemimpin bangsa, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai kebangsaan serta pengawal arah pembangunan nasional.
Peringatan HUT ke-60 Lemhannas RI, kata Tubagus Ace Hasan Syadzily, bukan semata-mata penanda waktu, tetapi refleksi mendalam atas kontribusi Lemhannas RI dalam menjaga keberlangsungan hidup bangsa dan mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Kalau merenung lebih dalam mengenai Tanah Air, katanya, sependapat dengan pandangan Dr. Daud Yusuf, Mendikbud 1978-1983. Beliau mengingatkan, bahwa Indonesia sejatinya memiliki tiga Tanah Air, yaitu tanah air ril, tanah air formal, dan tanah air mental.
“Tanah Air ril adalah batasan nyata wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Marauke, dari Mianga sampai Pulau Rote dan terletak pada garis katulistiwa,” kata Kang Ace, sapaan akrab Gubernur Lemhannas RI.
Kang Ace menyatakan, tanah air formal adalah proklamasi kemerdekaan RI dengan seluruh aspek legal ikutannya. Seperti UUD 1945, kebijakan-kebijakan ekonomi, politik, sosial, budaya, hankam. Dalam praktik, tanah air formal ini terus mengalami tantangan dinamasi karena terintegrasi dengan risiko-risiko politik dan fragmentasi ekonomi dunia.
“Sedangkan tanah air mental adalah Pancasila. Pancasila ini lah yang mempersatukan tanah air rill dan tanah air formal,” ujar pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Golkar ini.
Kang Ace yang juga menjabat Ketua DPD Partai Golkar Jabar menuturkan, Pancasila yang merupakan tanah air mental itu, tidak terpisahkan dari empat konsensus dasar bangsa, yakni, Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Sesanti Bhineka Tunggal Ika.
“Jadi sangat aneh kalau ada orang yang mengaku tanah air ril dan formalnya adalah Indonesia tetapi tanah air mentalnya ada di negara lain,” tutur Kang Ace.
“Ideologi yang dianut negara lain itu yang diakui sebagai tanah air mentalnya, sehingga kalau ada infiltrasi ideologi tersebut, mereka diam saja. Mereka tidak berkehendak menjadi benteng Pancasila,” ucapnya.
Oleh karena itu, ujar Kang Ace, apabila terjadi divergensi antara satu tanah air dengan tanah air yang lain, ketahanan nasional akan rawan, sehingga konvergensi tiga tanah air itu perlu terus dilakukan agar ketahanan nasional Indonesia tetap tangguh.
“Dunia yang kita hadapi saat ini, bukanlah dunia yang stabil dan mudah diprediksi. Kita hidup dalam era tidak stabil, tidak pasti, kompleks, dan ambigu. Bahkan bergerak ke era rapuh, penuh kecemasan, tidak linier, dan sulit dipahami. Ketidakpastian menjadi keniscayaan dan tantangan datang dalam bentuk yang tidak terduga,” ujar Kang Ace.
Contoh terbaru, tutur dia, adalah kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tentang tarif resiprokal atau tarif tinggi untuk barang impor. Kebijakan itu memicu fragmentasi ekonomi global dan tak terkecuali Indonesia terkena dampaknya.
Padahal, belum lama berselang, Indonesia sudah dihentakkan oleh jatuhnya indeks harga saham global yang juga dialami oleh beberapa negara di kawasan lain.
“Lebih dari itu, data 2023, Indonesia dihantam oleh lebih dari 11 juta serangan siber dengan target infrastruktur digital publik dan privat. Semua tantangan tersebut, termasuk krisis iklim, pandemi global, disinformasi digital, muncul tak terduga, non linier, dan sulit dipahami,” tuturnya.
Menurut Kang Ace, tantangan menjadi sulit diprediksi seiring perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang merusak berbagai elemen kehidupan bangsa.
Merujuk fenomena tersebut, kata Kang Ace, ketahanan nasional, sebagai kemampuan bangsa bertahan, beradaptasi, dan berinovasi dalam menghadapi setiap perubahan zaman, tidak bisa lagi dimaknai sebagai pertahanan militer atau kekuatan fisik semata.
Ketahanan nasional tidak bisa lagi dimaknai menjaga stabilitas saja. Ketahanan nasional telah berevolusi menjadi konvergensi kekuatan-kekuatan strategis yang melibatkan ketahanan ekonomi, sosial, budaya, digital, hingga lingkungan.
“Sebagai raksaka darma, penjaga nilai-nilai kebangsaan serta pengawal arah pembangunan nasional, Lemhannas RI menyadari perlunya melakukan rejuvenasi kelembagaan dengan terus melakukan pembaharuan dan penguatan melalui transformasi digital, kolaborasi global, dan inovasi berkelanjutan agar relevan dalam menghadapi tantangan masa kini dan yang akan datang,” tegas Kang Ace.
Semangat menjadikan Lemhannas RI sebagai raksaka darma, pada dasarnya pendalaman dan keberlanjutan dari cita-cita berdirinya Lemhannas RI 60 tahun lalu. Saat meresmikan Lemhannas di Istana Negara waktu itu, Presiden Soekarno menekankan bahwa kegiatan pertahanan nasional harus melibatkan segenap elemen masyarakat.
Pertahanan nasional harus menyeluruh, mencakup semua wilayah, bangsa dan negara Indonesia. “Sebuah bangsa dan negara yang tangguh, bukan lah yang tidak pernah goyah, melainkan yang tahu bagaimana beradaptasi dan bertransformasi dalam menghadapi goncangan yang terjadi,” ucapnya.
Untuk itu, ujar Kang Ace, Indonesia membutuhkan ketahanan sistemik, yaitu daya tahan dari disrupsi global, polarisasi sosial, infiltrasi ideologi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta krisis ekologi.
“Dengan daya tahan sistemik ini, bangsa kita akan dapat mewujudkan Indonesia Maju guna mewujudkan misi besar bersama yaitu Indonesia Emas 2045,” pungkas Kang Ace.
Asep R. Rasyid