
BANDUNG – Warta Parahyangan
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kab Bandung mengingatkan kelompok masyarakat untuk tidak bersikap apatis terhadap peristiwa politik terutama Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018. Ikut mengawasi pelaksanaan hingga penetapan pemilihan menjadi hal yang harus dilakukan agar pemilu yang berbiaya mahal lebih berkualitas.
Demikian salah satu benang merah yang mengemuka dalam Sosialisasi Pengawasan Partisipatif bagi Ormas dan OKP yang digelar oleh Panwaslu Kab Bandung di Sutan Raja, pada Selasa (31/10/2017). Kegiatan tersebut diikuti 100 orang peserta yang berasal dari ormas dan OKP yang ada di Kab Bandung.
“Mau sampai kapan kita akan terus apatis terhadap peristiwa politik yang terjadi di depan mata kita. Ingat politik itu tidaklah dilarang oleh agama. Bahkan menurut Imam Al Ghazali, agama itu pondasi dan politik itu penjaganya,” kata Koordinator Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslu Kab Bandung Hedi Ardia.

Dijelaskan Hedi, strategi pengawasan yang dilakukannya itu ada dua yakni pencegahan dan penindakan. Untuk pencegahan, dilakukan sejak hulu dengan memberikan peringatan sejak awal apabila hasil kajian atas peraturan teknis pelaksanaan KPU ditemukan ada hal-hal yang dirasa melenceng dari norma-norma hukum yang telah diundangkan.
Selain itu, sosialisasi terkait dengan peraturan serta sanksi pelanggarannya, mempublikasikan melalui media masa
tentang indeks pelanggaran. Juga melakukan penelitian untuk melakukan penyerapan opini dan aspirasi publik terkait dengan upaya-upaya pencegahan terjadinya pelanggaran pemilu dalam tahap pencalonan.
“Sedangkan pencegahan hilir dengan melakukan pengawasan melekat terhadap sub tahapan yang dipetakan berpotensi menimbulkan
pelanggaran dan sengketa,” ujarnya.
Koordinator Penindakan Pelanggaran Panwaslu Kab Bandung Januar Solehudin menambahkan, pengawas pemilu mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima laporan pelanggaran pemilihan berdasarkan pada tempat terjadinya pelanggaran yang dilaporkan. Laporan pelanggaran disampaikan kepada Panwaslu.
Dalam memberikan laporan tentu saja harus memenuhi syarat formal dan materiil. Syarat formal untuk yang melaporkan dan waktu pelaporan harus tidak melebihi ketentuan batas waktu serta keabsahan laporan pelanggaran yang mencakup kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan pelanggaran dengan kartu identitas dan tanggal serta waktu.
“Peristiwa yang dilaporkan terdiri dari peristiwa, tempat kejadian, hari dan tanggal kejadian, waktu kejadian, terlapor, alamat terlapor, nomor telepon, saksi, bukti dan uraian singkat kejadian,” ujarnya.
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Jabar Yusuf Kurnia menyebutkan, masyarakat menentukan bisa siapa yang akan menjadi gubernur atau kepala daerahnya. Dengan kata lain, pemilih merupakan pemegang kedaulatan tertinggi. Harus diakui bahwa pesta demokrasi kita masih belum berkualitas.
“Masyarakat belum kritis dalam menyikapi tahapan pemilih seperti dalam pemutakhiran pemilih. Surat suara potensial disalahgunakan. Masyarakat yang tidak tercantum dalam daftar pemilih sehingga harus kritis agar hak konstitusionalnya tetap terjaga,” ujarnya.
Sejak pemutakhiran data pemilih, masyarakat harus terlibat aktif agar pemilu berkualitas. Apabila tidak tercantum bisa melaporkannya ke Panwaslu. Apabila masyarakat bersikap acuh, bukan tidak mungkin data pemilih akan dimanupu lasi oleh oknum-oknum yang haus kekuasaan. — Lily Setiadarma