WARTAPARAHYANGAN.COM
BANDUNG – Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Setda Kabupaten Bandung, H. Marlan menyebut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menargetkan 100 persen air minum layak pada tahun 2024.
Saat ini, kata dia, air minum layak baru tercapai 83 persen. Angka tersebut berasal dari kontribusi PDAM Tirta Raharja, dari masyarakat sendiri atau Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS).
“Kita masih ada gap yang cukup lebar (sekitar 17 persen), tapi mudah-mudahan nanti 2024 bisa selesai,” ujar Marlan di Soreang, Sabtu (30/1/2021).
Pemenuhan target air minum layak ini, juga harus sejalan dengan penyediaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Sayangnya di Kabupaten Bandung hanya memiliki satu IPLT yaitu yang berada di Cibeet. Karena kapasitas IPLTnya tidak mencukupi, maka tinja dari masyarakat yang seharusnya bisa ditangani oleh IPLT, terpaksa kembali dibuang ke sungai. Hal tersebut tentunya akan mengganggu pencapaian target 100 persen air minum layak.
“Kalau tidak ke IPLT, pasti dibuang ke sungai, kan sama saja. Sehingga kita akan membangun IPLT di Soreang, ada sekitar Rp2,6 milyar. Sehingga hal itu juga akan menjadi solusi untuk bisa mencapai 100 persen Open Defecation Free (ODF) atau Stop Buang Air Besar Sembarangan,” tutur Marlan.
Menurut Marlan, air di daerah pedesaan rata-rata kualitasnya masih bagus dan juga sumur air tanahnya masih bagus.
Dalam rangka memaksimalkan penggunaan air, Pemkab Bandung berencana akan memanfaatkan hasil daur ulang dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Majalaya, misalnya untuk menyiram toilet dan kegiatan lainnya. Menurut Marlan, itu layak pakai tapi memang tidak layak minum.
“Itu memang sudah kita lakukan kajian dan memang akan kita lakukan itu,” kata Marlan.
“Kan bagusnya kloset kalau kita menggunakan mikroba, itu kan airnya akan keluarnya jernih, bisa dipakai buat nyiram karena hasil siramannya pasti ada pupuknya. Tapi itu yang mungkin masih jauh dan harus terus disosialisasikan kepada masyarakat. Karena memang masih ada yang menganggap jijik jadi dibuang,” sambungnya.
Sementara itu, menurut Marlan, mata air yang ada di Kabupaten Bandung itu masih cukup. Misalnya mata air yang ada di Cibatarua, dimana bisa menghasilkan ribuan liter dalam satu detik. Kemudian, mata air di Gambung yang bisa mengairi hingga ke wilayah Cimahi.
“Yang paling besar itu sebetulnya di Sukaresmi Ciwidey, itu kan hampir sekitar 2000 liter per detik. Hanya memang yang jadi persoalan adalah investasinya disana butuh Rp1,8 triliun. Karena pada saat kita mengambil air dari sana, itu harus muter kearah Bandung Barat, sebab menggunakan sistem gravitasi atau tidak menggunakan sistem pompa. Kalau pakai pompa lebih mahal, kita kan daerah pegunungan, jadi manfaatkan kondisi kontur tanah,” papar Marlan.
Selain program air minum layak, Pemerintah Kabupaten Bandung juga menargetkan nol persen rumah tidak layak huni, dan seratus persen sanitasi.
Lily Setiadarma