Tradisi  Jelang Ramadhan Warga Kampung Adat Miduana,  Gelar Keramasan di Sungai Cipandak

Tradisi keramas atau ‘Kuramasan’ jelang ramadan, hingga kini masih dilakukan warga Kampung Miduana. Mereka mandi ‘Kuramasan’ di sungai Cipandak.

Warta Parahyangan.com

CIANJUR – Tradisi keramas atau mandi besar biasa dilakukan umat Islam menjelang tibanya Bulan Suci Ramadhan. Tak terkecuali bagi warga Kampung Adat Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Cianjur selatan.

Di kampung adat tersebut, warga ramai-ramai keramas di Sungai Cipandak yang membelah Kampung Adat Miduana, yang airnya masih jernih karena di sekelilingnya masih berupa perbukitan yang asri. Warga setempat menyebut istilah kegiatan mandi besar itu dengan sebutan Kuramasan.

Menurut Ketua Lokatmala Foundation, Wina Rezky Agustina, M.Sn, pendamping warga Adat Miduana, dalam tradisi mandi besar Kuramasan ini, warga sejak pagi hingga waktu dzuhur, sehari menjelang puasa akan mendatangi Sungai Cipandak baik sendiri-sendiri maupun berkelompok. Warga juga sekaligus membersihkan sungai dari sampah dan mengangkatnya ke pinggir sungai. Semuanya dilakukan secara gotong-royong penuh kegembiraan.

“Sebelum prosesi Kuramasan massal ini, warga adat memanjatkan niat dan doa yang dipimpin oleh pemimpin adat setempat, lalu dengan tanpa harus membuka pakaian mereka turun ke Sungai Cipandak. Setelah acara selesai biasanya ada kegiatan makan bersama atau istilah mereka mayor di tepi sungai,” kata Wina, Kamis (24/03/2022).
Wina yang juga berprofesi sebagai koreografer ini menjelaskan, dari kearifan lokal yang temuinya di Kampung Adat Miduana, pihaknya melihat bahwa dalam tradisi Kuramasan banyak hal yang sangat menarik. Di antaranya soal kesiapan mental dan spiritual warga menyambut dan menjalankan puasa Ramadhan.

Bagi warga adat Miduana, kata Wina, Bulan Suci Ramadhan adalah bulan yang sangat sakral dan agung. Bulan yang tepat untuk melakukan pembersihan diri lahir batin agar ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa semakin meningkat.

“Dari tradisi mandi Kuramasan ini saja kita belajar tentang pentingnya membersihkan diri lahir batin, memulai sesuatu dengan niat yang baik dan persiapan yang paripurna, serta selalu memelihara kekompakan dan peduli terhadap sesama, sehingga pada saat saum Ramadhan dilakukan batin sudah bersih, mental sudah siap, dan mereka fokus ibadah,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Wina, kegiatan seni budaya dan tradisi warga Kampung Adat Miduana kini semakin dikenal publik karena meningkatkan kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara, menyusul adanya pendampingan kegiatan seni budaya yang dilakukan Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia atau Lokatmala Foundation dalam beberapa bulan terakhir.

Sebelum melangsungkan acara mandi massal ‘Kuramasan’  di sungai Cipandak — terlebih dahulu digelar upacara adat yang diikuti oleh warga Kampung Miduana.

Lokatmala Foundation juga mendorong upaya revitalisasi kampung adat tersebut ke berbagai pihak termasuk pemerintah. Sebab berbagai seni budaya, tradisi dan adat kesundaan di kampung itu terancam punah bila tidak segera mendapat perhatian semua pihak.

Pemkab Cianjur sendiri, kata Wina, saat ini tengah berupaya membangun berbagai fasilitas pendukung termasuk menerbitkan regulasi atas keberadaan Kampung Adat Miduana agar tetap lestari.

Menurut Wina, Kedusunan Miduana merupakan sebuah perkampungan yang masih berpegang teguh pada tradisi kesundaan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari. Dusun tersebut terhampar dalam areal 1.041 hektar persegi, meliputi 11 RT dan 4 RW yang dihuni oleh 280 kepala keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 1.207 orang, terdiri dari 557 laki-laki dan 650 perempuan.

“Mata pencaharian warga Kampung Adat Miduana semuanya masih mengandalkan sektor pertanian dan masih kukuh menjalankan ‘tetekon’ atau aturan tradisi tata kelola pertanian yang dijalankan secara turun-temurun. Tapi saat ini ada beberapa warga adat, selain bertani, juga mulai berusaha di sektor lain, seperti berdagang atau buka warung kecil-kecilan,” katanya.

(Asep R. Rasyid)