Sambut Ramadhan, Warga Kampung Adat Miduana Gelar Upacara Kuramasan di Sungai Cipandak

Ketua Adat Miduana mengucurkan air ke kepala warganya sebagai tanda tradisi Kuramasan dimulai.

WartaParahyangan.com

CIANJUR – Ratusan warga Kampung Adat Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Cianjur selatan, berbondong-bondong menuju Sungai Cipandak yang membelah wilayah kedusunan adat tersebut untuk melakukan kuramasan menjelang tibanya Ramadhan 1443-H, Jumat (1/4/2022).

Denga diiringi musik rebana dan pemain reog berkostum adat Sunda, warga sumringah dan penuh gembira menggelar acara kuramasan, suatu kegiatan tradisi mandi massal yang masih terpelihara di Kampung Miduana dalam menghadapi Bulan Suci Ramadhan.

“Kegiatan ini merupakan tradisi yang masih melekat dan dijalankan oleh masyarakat kami. Biasanya kami lakukan sehari menjelang pelaksanaan ibadah puasa,” kata Ketua Dewan Adat Miduana, Rustiman, didampingi Kokolot Adat Miduana, Abah Yayat, kepada para wartawan di lokasi acara kuramasan tersebut.

Hadir dalam kegiatan yang cukup menarik wisatawan itu antara lain Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Kabupaten Cianjur Cecep Diki Haryadi, Camat Naringgul Ijuh Sugandi, Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Cianjur Rohman, Kepala Desa Balegede Asep Sutisna, Ketua Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia (Lokatmala Foundation) Wina Resky Agustina, pegiat budaya Kemendikbud Ristek, Dika Dzikriawan, dan Ketua Rambati Nusantara Ira Tasti Sidarta.

Menurut Ketua Lokatmala Foundation, Wina Rezky Agustina, selaku pendamping warga adat Miduana, dalam tradisi mandi besar atau kuramas (keramas) ini warga sejak pagi hingga waktu menjelang Jumatan, sehari menjelang puasa, sengaja mendatangi Sungai Cipandak. Mereka ramai-ramai mandi kuramas sekaligus membersihkan sampah dari sungai.

Kaum perempuan Kampung Adat Miduana sedang kuramasan di Sungai Cipandak.

“Semua kegiatan itu dilakukan secara gotong-royong penuh kegembiraan sebagai wujud rasa syukur warga menghadapi bulan penuh ampunan dan kepedulian terhadap sesama,” kata Wina.

Sebelum prosesi kuramasan, warga adat memanjatkan doa yang dipimpin oleh ketua adat, lalu dengan tanpa harus membuka pakaian mereka turun ke Sungai Cipandak. Setelah acara selesai biasanya ada kegiatan makan bersama atau istilah mereka mayor di tepi sungai.

Wina menjelaskan, dari kearifan lokal yang dia temui di Kampung Adat Miduana, pihaknya melihat bahwa dalam tradisi Kuramasan banyak hal yang sangat menarik. Di antaranya soal kesiapan mental dan spiritual warga menyambut dan menjalankan puasa di Bulan Suci Ramadhan. Bagi warga adat Miduana, Ramadhan adalah bulan yang sangat sakral dan agung, bulan yang tepat untuk melakukan pembersihan diri lahir batin agar ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa semakin meningkat.

“Dari tradisi Kuramasan ini saja kita belajar tentang pentingnya membersihkan diri lahir batin, memulai sesuatu dengan niat yang baik dan persiapan yang paripurna, selalu memelihara kekompakan, serta peduli sesama, sehingga saat melaksanakan saum Ramadhan, batin sudah bersih, mental sudah siap, dan itu semata-mata agar bisa fokus beribadah,” ungkapnya.

Gelaran seni sebelum warga Kampung Adat Miduana melakukan kuramasan.

Saat ini, lanjut Wina, kegiatan seni budaya dan tradisi warga Kampung Adat Miduana semakin dikenal publik, termasuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Ini tak lepas dari adanya pendampinga dari Lokatmala Foundation dalam kegiatan seni budaya warga Miduana beberapa bulan terakhir.

Bahkan yayasan tersebut berupaya mendorong revitalisasi Kampung Adat Miduana. Upayanya antara lain melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah. Sebab berbagai seni budaya, tradisi dan adat kesundaan di wilayah itu terancam punah bila tidak segera mendapat perhatian semua pihak.

“Kami akui Pemkab Cianjur kini tengah berupaya membangun berbagai fasilitas pendukung, termasuk menerbitkan regulasi atas keberadaan Kampung Adat Miduana agar tetap lestari,” ujar Wina.

Secara administrasi, tambah Wina, Kedusunan Miduana yang terhampar dalam areal seluas 1.041 hektar itu meliputi 11 rukun tetangga (RT) dan 4 rukun warga (RW) yang dihuni oleh 280 kepala keluarga (KK) atau sekitar 1.207 jiwa, terdiri dari 557 laki-laki dan 650 perempuan.

(Asep R. Rasyid)