WartaParahyangan.com
BANDUNG BARAT – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengungkapkan, industri sektor makanan halal Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Hal itu dikatakan Tubagus Ace Hasan Syadzily atau biasa disapa Kang Ace pada Workshop Aplikasi Sistem Informasi Halal dan Self Declare bagi Pelaku Usaha di Hotel Panorama, Lembang Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (8/4/2023).
Kang Ace yang juga Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat itu menegaskan bahwa perlindungan dan kepastian hukum produk halal bagi umat Islam adalah bagian dari penghormatan terhadap Hak Asasi.
“Laporan The Global Islamic Economy Indicator dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022 menyebut industri halal Indonesia terus menunjukkan peningkatan,” sambung Kang Ace.
Peningkatan itu terutama pada sektor makanan halal, sehingga Indonesia berhasil meningkatkan ekspor makanan halal ke negara-negara OKI hingga mencapai 16 persen.
Pada acara yang dihadiri Sekretaris Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), E. A. Chuzaemi Abidin, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat, Ajam Mustajam dan Kepala Kantor Kemenag Bandung Barat, Asep Ismail itu, Kang Ace menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara muslim terbesar dengan populasi warga muslim sebanyak 237,5 juta jiwa atau mencapai 86,9% dari total 273 juta jiwa penduduk Indonesia.
Sebab itu, kata dia, sesuai undang-undang, jaminan kehalalan dalam setiap produk yang digunakan umat Islam di Indonesia sangat diperlukan. Hal ini dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat muslim.
“Jaminan kehalalan itu juga diperlukan sebagai upaya peningkatkan komitmen pemerintah dalam menjamin penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan dan penghormatan terhadap hak asasi,” papar Kang Ace.
Dikatakannya, untuk menjamin setiap warga negara bisa menjalankan agamanya secara sungguh-sungguh, maka salah satunya adalah memastikan supaya makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat itu juga dijamin kehalalannya oleh negara.
Indonesia, kata dia, terus mengembangkan industri halal seperti makanan, keuangan syariah, fashion, kosmetik, farmasi dan pariwisata (travel). Karena itu meningkatkan kesadaran pelaku usaha untuk melakukan proses produk halal sesuai ketentuan undang-undang dalam memproduksi produk halal menjadi sangat dibutuhkan.
“Termasuk di dalamnya meningkatkan kesadaran masyarakat atas hak-haknya dalam mengkonsumsi produk halal,” sambung Kang Ace.
Tidak terkecuali dengan produk pariwisata halal misalnya. Jika kehalalan dan keterjaminan itu ada tentu akan mendatangkan keuntungan ekonomi dari sektor ini.
Wisata Halal
Kunjungan wisata dari Timur Tengah misalnya, berdasarkan pengamatan Kang Ace masih banyak ke Malaysia dan ke Thailand dibandingkan dengan ke Indonesia.
“Ya, saya kebetulan beberapa kali ke Malaysia saya lihat orang dari Uni Emirat Arab, orang dari Arab Saudi itu datang ke Malaysia ternyata lebih besar. Di Indonesia sudah ada yang telah menjadi destinasi wisata orang Arab Saudi, tapi hampir kebanyakan datangnya ke Puncak,” terangnya.
Ia menjelaskan, tujuan dari jaminan produk halal itu sangat mulia. “Kita ingin bahwa jaminan kehalalan makanan, minuman maupun hal hal yang lain itu betul-betul bisa dipastikan agar hidup kita sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa taala,” kata Kang Ace.
Menurut Kang Ace, tujuan penyelenggaraan JPH itu antara lain dalam rangka memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk.
“Ini penting terutama dalam upaya meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal,” sebutnya.
Kang Ace mendesak hak-hak pelaku seperti termaktub dalam UU No. 33/2014 Tentang JPH, Pasal 23 perlu menjadi perhatian bersama. Seperti terkait informasi, edukasi dan sosialisasi mengenai sistem JPH. Pembinaan dalam memproduksi Produk Halal serta pelayanan untuk mendapatkan Sertifikat Halal secara cepat, efisien, biaya terjangkau, dan tidak diskriminatif.
“Tadi disebutkan baik oleh Pak Kepala Kanwil maupun Pak Sekretaris BPJH, tugas kita sebagai manusia, terutama di Indonesia yang merupakan negara terbesar muslim di dunia itu sungguh sangat ironis. Tapi kepastian tentang produk jaminan halalnya masih kalah dibandingkan dengan negara-negara lain,” papar Kang Ace.
Padahal Indonesia ini, kata dia, adalah negara muslim terbesar di dunia. Tidak ada negara muslim yang sebesar Indonesia. Timur Tengah juga kalah.
“Untuk itu Indonesia harus terus mengembangkan industri halal. Tidak hanya makanan. Tapi juga keuangan syariah, fashion, kosmetik, farmasi dan pariwisata halal. Ini kalau di Bandung sangat potensial. Kita bikin pariwisata halal yang kompetitif,” tegasnya.
Kang Ace menjelaskan, UU Cipta Kerja telah menghapus biaya sertifikasi halal bagi Usaha Mikro Kecil (UMK). Artinya Pemerintah menanggung biaya sertifikasi tersebut dalam rangka percepatan dan kepastian proses sertifikasi halal serta memperluas lembaga sertifikasi halal dengan melibatkan ormas dan perguruan tinggi.
Dalam kesempatan itu juga Kang Ace mengajak para pelaku usaha terus memiliki kesadaran akan pentingnya sertifikasi halal tersebut. Termasuk melakukannya secara mandiri melalui self declare.
Self declare adalah pernyataan status halal produk usaha mikro dan kecil oleh pelaku usaha itu sendiri. Self declare itu sendiri tidak serta merta pelaku usaha dapat menyatakan produknya halal, tapi tetap ada mekanisme yang mengaturnya.
Kategori self declare itu meliputi sejumlah kriteria khusus, di antaranya produk-produknya sederhana dan tidak berisiko serta proses produksinya menggunakan bahan yang memenuhi bahan-bahan yang dapat dipastikan kehalalannya.
Kebijakan itu termaktub dalam Keputusan Kepala BPJPH No 33 Tahun 2022 tentang Juknis Pendamping Proses Produk Halal dalam Penentuan Kewajiban Bersertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang Didasarkan atas Pernyataan Pelaku Usaha.
Asep R. Rasyid