WartaParahyangan.com
BANDUNG – Visi Indonesia Emas 2045 tidak akan dicapai, jika permasalahan gizi dan stunting di negeri ini, termasuk di Kabupaten Bandung, tidak diatasi secara serius.
Hal itu disampaikan Ketua Harian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Bandung, Emma Dety Permanawati, dalam Forum Rembug Stunting di Grand Sunshine Soreang, Rabu (29/5/2024).
Karena itu, lanjut Emma, TPPS Kabupaten Bandung merasa memiliki tanggung jawab untuk mengkoordinasikan, menyinergikan dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif, konvergen dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di lingkup Pemkab Bandung.
“Sebagai implementasi tugas dan fungsi TPPS tersebut, maka kami melaksanakan Forum Rembug Stunting, sebagai salah satu langkah guna memastikan pelaksanaan rencana kegiatan intervensi pencegahan dan penurunan stunting, dapat dilakukan bersama-sama,” katanya.
Forum Rembug Stunting yang digelar Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung ini juga sebagai upaya memperkuat komitmen, sekaligus evaluasi program dan tindakan yang telah dilakukan TPPS.
Dalam forum ini juga ditandatangani “Komitmen Bersama dalam Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Bandung tahun 2024.
“Semua upaya ini agar target dalam penurunan prevalensi stunting nasional tahun 2024 sebesar 14% dan target Kabupaten Bandung tahun 2024 sebesar 17, 81% dapat kita capai,” ujar istri Bupati Bandung Dadang Supriatna ini.
Menurut Emma, perlu perhatian bersama bahwa penurunan stunting tidak bisa terjadi cepat, karena stunting merupakan masalah gizi kronis, yang terjadi dikarenakan anak terpapar resiko kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
“Namun pencegahan stunting harus dilakukan sedini mungkin dalam dua tahun pertama kehidupan (1.000 HPK),” katanya.
Sebab sesudahnya, tidak bisa diobati (tetap ada efek sisa), namun tetap harus dijaga untuk tetap baik status gizinya. Dengan demikian angka stunting perlahan akan turun seiring dengan perbaikan faktor resiko.
“Karena itu upaya yang dilakukan perlu berfokus pada pencegahan melalui perbaikan faktor resiko stunting. Antara lain perlu didorong capaian dan kualitas intervensi yang diberikan,” terang Emma.
Sebab, kata Emma, strategi kunci pencegahan stunting adalah pemenuhan intervensi, mulai dari pemenuhan intervensi spesifik dan sensitif, peningkatan konvergensi di kelurahan dan desa, pendampingan keluarga, hingga perbaikan, monev dan data termasuk surveilans.
Seperti diketahui, data Study Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, pada 2022 angka prevalensi stunting di Kabupaten Bandung menunjukkan penurunan dari 31,1% menjadi 25%. Namun pada 2023 mengalami kenaikan menjadi 29,2%.
Sedangkan berdasarkan data Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGM), kasus stunting di Kabupaten Bandung pada 2022 mengalami penurunan dari 9,1% menjadi 7,4% ditahun 2023.
“Hal ini merupakan tamparan untuk kita. Untuk itu perlu dilakukan gebrakan, menyusun beberapa strategi kolaboratif dalam mengatasi permasalahan tersebut, dengan mengoptimalkan kinerja TPPS,” tegas Emma.
Ia mengajak para pengampu tugas pencegahan stunting untuk lebih fokus dan menguatkan komitmen dengan melakukan langkah- langkah konkrit. Seperti terhadap peningkatan kualitas penyiapan kehidupan keluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
“Dalam menguatkan tugas dan upaya kita, saya berharap dapat terbentuk TPPS mulai tingkat kecamatan, desa hingga lingkup RW secara terstruktur dan lebih menyentuh langsung terhadap permasalahan yang ada di tengah masyarakat,” katanya.
Lily Setiadarma