Dugaan Pungli di SDN Kabupaten Bandung, Pembayaran Langganan Majalah dan Koran Gunakan Dana BOS

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kabupaten Bandung kini mencuat. Pungli yang berkedok sebagai pembayaran langganan majalah dan koran ini sudah menjadi rahasia umum dan dilakukan secara terang-terangan, dengan besaran biaya yang diambil dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mulai dari Rp1.000 hingga Rp4.000 per siswa.

Ironisnya, meskipun diketahui oleh pengawas satuan kerja (satker) kecamatan dan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung, praktik ini terkesan dilegalkan dan dibiarkan tanpa tindakan tegas.

“Jumlah pungutan dengan dalih iuran untuk membayar langganan majalah dan koran ini mencapai puluhan juta rupiah per bulan,” ungkap seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya.

Di Kecamatan Rancaekek, Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Rancaekek, Yayan Suryana, S.Pd., mengakui adanya iuran tersebut. “Iuran dari dana BOS untuk pembayaran langganan koran dikumpulkan di bendahara K3S yang juga menjabat sebagai kepala sekolah,” jelasnya.

Saat diminta tanggapan mengenai dasar hukum kebijakan ini, Yayan menyatakan bahwa itu merupakan kesepakatan dari para kepala sekolah di kecamatan tersebut.

“Ya, memang ada iuran Rp1.000 per siswa yang dialokasikan untuk pembelian koran, dan keuangannya ada di bendahara K3S yang juga masih kepala sekolah. Ini hasil musyawarah,” tambah Yayan.

Meskipun pungutan itu diduga menyimpang, tapi pengawas SD, Kepala Seksi, dan Kepala Bidang Disdik Kabupaten Bandung yang diduga mengetahui praktik ini tidak mengambil tindakan apa pun. Bahkan seakan-akan praktik pungli ini menjadi legal.

Di tempat terpisah, Tatang, Alek, dan beberapa media lainnya mengaku heran dengan kebijakan sekolah yang dikoordinir oleh K3S di tingkat kecamatan, termasuk di Rancaekek.

“Ada uang langganan majalah dan koran yang ambil dari dana BOS. Seperti di satker Rancaekek, nilainya hampir Rp12juta belum dibayar,” ungkap Aka, seorang wartawan. Ia meminta pengurus K3S bertanggung jawab untuk menyelesaikan pembayaran langganan majalah di satker bidang Pendidikan Rancaekek.

Padahal, kata Aka, jumlah murid di Rancaekek sekitar 19 ribu, berarti uang yang masuk ke kas K3S per bulan mencapai Rp19 juta. Terlebih di kecamatan lain, nilainya bervariasi mulai dari Rp1.000 hingga Rp4.000 per murid yang diambil dari dana BOS.

Menanggapi isu tersebut, Kepala Seksi SD Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Amim Meriatna Subhan, menegaskan bahwa pungutan dengan dalih apa pun itu dilarang.

“Kalau K3S itu tidak ada. Itu hanya koordinator atau yang dituakan di kecamatan. Kalau ada apa-apa, kan bisa menghubungi salah satu kepala sekolah untuk menyampaikan informasi terkait kedinasan. Untuk mempermudah sebenarnya, legalitas secara OSK segala macam tidak ada,” jelasnya.

Amim menambahkan, “Kalau untuk mengondisikan uang itu tidak boleh. Kecuali misalkan ada rapat, untuk konsumsi, itu mungkin intern kepala sekolah. Tapi untuk yang lain-lain itu dilarang, apalagi mengatasnamakan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Saya tidak mengetahui hal itu.”

“Kalau memang benar ini terjadi, harus ditindak tegas, dikenakan sanksi mutasi, atau lebih jauh lagi dipecat,” tegas Amim.

Masyarakat dan para orang tua siswa berharap pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan dugaan praktik pungli di lingkungan sekolah. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana BOS sangat diperlukan demi menjaga integritas dunia pendidikan di Kabupaten Bandung.

Lily Setiadarma