WartaParahyangan.com
BANDUNG – Melalui gebrakan Lokatmala Foundation bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cianjur, seni tradisi leluhur Cianjur, Pakemplung, akhirnya bisa dipertunjukkan kembali dan tampil memukau di acara West Java Festival (WJF) 2024.
“Alhamdulillah melalui dukungan berbagai pihak terutama Pemerintah Kabupaten Cianjur, Disbudpar, BJB, Universitas Suryakancana dan lain-lain, seni Pakemplung bisa ditampilkan ke publik pada acara WJF 2024 ini,” kata Ketua Lokatmala Foundation, Wina Rezky Agustina, S.Sn., M.Sn., di sela-sela kegiatan WJF 2024 di Gedung Sate, Jl. Diponegoro Bandung, Sabtu (24/8/2024).
Disebutkan Wina, Pakemplung merupakan kesenian asli Cianjur dan kini masih bertahan ditengah ancaman kepunahan. Kesenian ini meskipun dengan segala keterbatasan masih dapat disaksikan sesekali saat syukur panen di Kampung Tegal Bungur, Desa Warnasari, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur.
“Seni Pakemplung merupakan salah satu bentuk ungkapan syukur para leluhur masyarakat Cianjur atas hasil panen yang melimpah. Kita tahu Cianjur sejak dulu dikenal sebagai masyarakat agraris yang menggantungkan kehidupan pada pertanian terutama padi,” kata Dosen Transformasi Budaya Sunda Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana (Unsur) Cianjur itu.
Wina yang juga anggota Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Cianjur itu menuturkan, kesenian Pakemplung masih bisa ditemukan meskipun pemain-pemainnya banyak yang sudah sepuh.
“Beberapa waktu lalu kita telah mendatangi Kampung Tegal Bungur untuk berupaya melakukan revitalisasi dan transformasi kesenian langka ini,” ujarnya.
Pada WJF 2024 ini, kata Wina, Lokatmala Foundation berusaha menghadirkan, Niknik Dewi Pramanik, salah seorang peneliti dan pelaku seni terkait Pakemplung ini.
“Ninik yang mengambil studi berjudul ‘Makna Simbolik dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Seni Pakemplung di Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur’ turut ditampilkan bersama para pemusik dan penari Pakemplung lainnya agar makin menambah gereget pertunjukan,” ungkap Wina.
Dihubungi terpisah, Niknik Dewi Pramanik, mengungkapkan, seni Pakemplung digelar dalam momentum pasca-panen padi, tepatnya disebut Ngampih Pare, atau menyimpan padi. Seni ini, secara lahiriah memang hiburan untuk masyarakat, namun secara batiniah adalah untuk Nyukakeun Nyai, membuat Nyai Pohaci senang.
“Keberadaan seni Pakemplung memang hampir punah, karena masyarakat milenial sekarang mungkin menganggap seni ini tidak dapat bersaing dengan seni-seni baru yang dipengaruhi budaya luar,” sebutnya.
Dikatakan Niknik, yang ditampilkan pada West Java Festival 2024 adalah Tari dan Musik Pakemplung hasil revitalisasi. Pertunjukan ini sekaligus mendorong Pakemplung dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Indonesia.
Pegiat Budaya Kemendikbud Ristek, Dika Dzikriawan, mengatakan semakin banyak aktivasi Pakemplung ditampilkan di ruang publik, maka akan semakin cepat penetapan WBTB Pakemplung.
Revitalisasi sendiri adalah menarik Tari dan Musik Pakemplung agar dilakukan oleh pelaku seni kalangan muda. “Seperti menarik anak muda terlibat dalam kesenian ini termasuk menggali pesan-pesan dan nilai moral yang terkandung di dalamnya,” kata Dika.
Hadir mendampingi Tim Pakemplung Lokatmala Foundation di WJF 2024 ini antara lain Asda II Bidang Ekonomi Setda Kabupaten Cianjur, Budi Rahayu Toyib, Kepala Disbudpar Cianjur, Asep Suparman, Kepala Bidang Kebudayaan Susan Susilawati serta sejumlah pejabat Cianjur lainnya.
Asep R. Rasyid