WartaParahyangan.com
BANDUNG – Sebanyak 1.253 siswa Raudhatul Athfal (RA) se Kecamatan Soreang mengikuti Ajang Kreativitas Seni dan Olahraga (Akséra) 2025 di Yayasan Miftahussalam (Yamisa) Soreang, Selasa (13/5/2025).
Kegiatan yang dikoordinasikan oleh Pengurus Cabang Ikatan Guru Raudhatul Athfal (PC IGRA) Kecamatan Soreang itu tampak meriah dan penuh semangat. Guru, siswa, serta orang tua hadir sejak pagi untuk mengikuti berbagai cabang lomba.
Meski kegiatan tersebut berjalan lancar dan ramai, tapi sebagian besar orang tua mengeluhkan beban biaya yang semakin tinggi.
Fitri, salah satu wali murid RA, menyampaikan keberatannya terhadap berbagai pungutan sekolah. “Kami diminta membayar Rp250 ribu untuk perpisahan dan Akséra. Namun, pihak sekolah tidak menjelaskan rinciannya,” kata Fitri.
Menurut sumber yang tidak mau di sebut namanya, oleh salah satu lembaga RA yang ada di Soreang orang tua diminta membayar Rp80 ribu untuk lomba Akséra, Rp60 ribu untuk ijazah, Rp90 ribu untuk wisuda, serta Rp100 ribu untuk imtihan. Itu secara resmi dicap dan ditandatangani oleh kepala sekolahnya.
Orang tua dari RA lain pun mengungkapkan hal serupa. Mereka meminta pihak sekolah dan pengurus lembaga lebih peka terhadap kemampuan ekonomi keluarga, terutama menjelang tahun ajaran baru.
Camat Soreang Drs. H. Haris Taupik turut hadir dalam pembukaan Akséra 2025. Ia mengapresiasi kegiatan ini karena mampu melatih karakter, keberanian, dan kreativitas anak usia dini. Namun, ia juga menyoroti pentingnya empati terhadap orang tua siswa.
“Kegiatan ini bagus. Tapi pihak sekolah harus mengutamakan kebijakan yang tidak memberatkan orang tua,” ucap Haris. Ia mengingatkan lembaga pendidikan agar tidak memaksakan pungutan tanpa persetujuan bersama.
Menurut Haris, Gubernur Jawa Barat telah meminta sekolah dan lembaga pendidikan menghindari segala bentuk pungutan yang berlebihan. Ia menekankan pentingnya penggunaan dana BOS secara optimal.
“Saya mendorong sekolah menggunakan dana yang ada. Jangan semua dibebankan kepada orang tua,” kata Camat Soreang.
Pengawas RA Kecamatan Soreang, H. Sardiawan, menyatakan Akséra merupakan agenda tahunan PC IGRA Soreang. Ia mencatat 1.253 siswa dari seluruh RA di Soreang mengikuti delapan jenis lomba, seperti tahfidz, modis, plastisin, dan olahraga.
“Kami menyusun kegiatan ini untuk mengembangkan potensi siswa. Kegembiraan anak-anak menjadi tujuan utama kami,” jelasnya. Meski begitu, ia tak menampik adanya keluhan dari sejumlah wali murid.

Sardiawan menyarankan pihak sekolah melakukan musyawarah terbuka sebelum menetapkan biaya. Ia juga meminta setiap lembaga bersikap transparan kepada orang tua.
“Saya sepakat dengan arahan Gubernur dan Camat. Jangan paksakan biaya jika keluarga merasa berat,” ucap Sardiawan seraya mengajak semua lembaga RA agar tetap menjunjung nilai gotong royong dan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat dalam merencanakan kegiatan.
Ketua PC IGRA Soreang, Hj. Wiwin Wiarsih, dalam sambutan menyebut Akséra sebagai wadah pembentukan karakter siswa. Menurutnya, keberanian, tanggung jawab, dan kedisiplinan dapat tumbuh melalui ajang ini.
“Kami ingin anak-anak terbiasa tampil percaya diri sejak dini. Akséra jadi momen yang menyenangkan sekaligus edukatif,” tuturnya.
Wiwin juga berterima kasih atas partisipasi guru, siswa, dan wali murid. Ia berharap semua pihak dapat memahami bahwa kegiatan ini tidak bermaksud membebani.
Namun begitu, sejumlah orang tua meminta IGRA membuka peluang kerja sama dengan sponsor agar dapat meringankan biaya. Mereka juga menyarankan pengelola RA mengakses dana BOS secara maksimal untuk mendukung program sejenis.
“Kalau kegiatan seperti ini rutin diadakan, sebaiknya cari sponsor. Bisa dari bank, koperasi, atau UMKM setempat,” kata salah satu wali murid.
Menurutnya, sekolah dan IGRA perlu lebih terbuka soal rencana pembiayaan dan penggunaan dana. Ia percaya, keterbukaan bisa mencegah kesalahpahaman di masyarakat.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung diminta turun tangan lebih serius dalam pengawasan biaya pendidikan anak usia dini. Jika tidak ada langkah nyata, keluhan masyarakat akan terus berulang setiap tahun.
Depag pun diharapkan menyusun regulasi jelas yang mengatur kegiatan dan pungutan di lingkungan RA. Tujuannya agar kegiatan tetap berjalan tanpa menyulitkan wali murid secara ekonomi.
Ajang Akséra 2025 memang berjalan sukses secara teknis. Namun, polemik mengenai biaya menjadi catatan penting yang tidak boleh diabaikan oleh semua pemangku kepentingan. Terkesan ada pembiaran dari pihak pengawas dan Depag.
Pendidikan usia dini seharusnya menjadi ruang belajar yang menyenangkan dan ramah keluarga. Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan pemerintah sangat dibutuhkan agar pendidikan benar-benar merata dan adil untuk semua.
Lily Setiadarma