WartaParahyangan.com
BANDUNG – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII merupakan anak usaha PTPN III (Persero) yang bergerak di bidang perkebunan teh, yang memiliki area konsesi kebun teh seluas 50.503,47 ha atau 44% dari total luas konsesi PTPN VIII yang luasnya 113.958,34 ha.
Saat ini, seperti disampaikan melalui pers rilisnya, PTPN VIII memiliki 7 kebun teh dan 22 pabrik pengolahan teh, dengan produksi teh yang dihasilkan rata-rata 30 juta kg/tahun atau 2,5 juta kg/bulan.
Dalam proses produksi teh tersebut ada satu tahapan yang sangat penting, yakni proses pengeringan daun teh yang bertujuan menghentikan proses oksidasi enzymatis sehingga enzym tidak aktif pada saat komposisi senyawa-senyawa pendukung kualitas mencapai keadaan optimal.
Di samping itu, proses pengeringan juga untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu, mensterilkan dari kemungkinan adanya bakteri pada bubuk teh yang terbawa dari proses sebelumnya, memberikan warna hitam pada kenampakan teh, dan untuk memperpanjang masa simpan produk serta untuk memudahkan proses sortasi dan penanganannya.
Sedangkan mesin yang digunakan untuk menghasilkan udara panas ke mesin pengering yang ada di pabrik teh adalah Heat Exchanger (HE) dengan bahan bakar wood pellet.
Mesin tersebut terutama digunakan oleh sebagian besar pabrik teh yang masih berkonsep bahan bakar tunggal, termasuk di PTPN VIII, sehingga sangat bergantung pada ketersediaan satu jenis bahan bakar (wood pellet).
Namun sejak terjadinya konflik Rusia – Ukraina awal 2022, pabrik-pabrik di berbagai negara yang semula menggunakan bahan bakar minyak beralih ke wood pellet.
Akibatnya terjadi kelangkaan dan kenaikan harga wood pellet, termasuk di Indonesia, dan hal ini berdampak ke PTPN VIII yang hampir semua pabriknya menggunakan bahan bakar wood pellet.
Atas dasar kondisi itulah karyawan PTPN VIII Kebun Rancabali membuat inovasi yang mampu mengolah bukan hanya satu jenis bahan bakar, melainkan dapat menggunakan 3 jenis bahan bakar.
Mesin tersebut diberi nama “Heat Exchanger (HE) Hybrid 3 in 1”, yang salah satu alternatif bahan bakarnya adalah Compressed Natural Gas (CNG), yaitu gas alam yang dikompresi pada tekanan 200-250 bar. Bahkan selain wood pellet dan CNG, mesin itu juga bisa menggunakan bahan bakar kayu.
Dalam rilis PTPN VIII disebutkan, inspirasi inovasi teknologi hybrid 3 in 1 pada mesin HE di pabrik teh berasal dari perkembangan teknologi di dunia otomotif saat ini, yaitu teknologi hybrid pada mobil, yang menggunakan dua jenis bahan bakar sebagai sumber tenaganya.
Tak beda dengan prinsip kerja mesin HE, yakni memindahkan panas dari dua fluida pada temperatur berbeda dimana transfer panas dapat dilakukan baik secara tidak langsung (indirect) maupun langsung (direct).
Yang pertama ialah sistem indirect pada HE berbahan bakar wood pellet dan kayu dan yang kedua ialah sistem direct pada HE berbahan bakar CNG.
Dari hasil ujicoba modifikasi teknologi hybrid 3 in 1 menggunakan bahan bakar CNG tersebut, secara teknis sudah berhasil mencapai sasaran mutu yaitu tercapainya suhu inlet/outlet dan kadar air (MC) teh kering, sehingga CNG layak digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pengeringan teh.
Karena itulah pabrik teh Rancabali tidak merasa khawatir kehabisan 1 jenis bahan bakar, karena di sana ada mesin buatan Tim Rancabali yang dapat mengolah 3 jenis bahan bakar untuk proses pengeringan daun teh.
Lily Setiadarma