WartaParahyangan.com
SUKABUMI – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi hingga akhir Februari 2025 belum berniat mencabut status siaga bencana hidrometeorologi yang ditetapkan sejak November 2024.
“Kami belum mencabut status siaga bencana hidrometerologi karena pertimbangan beberapa faktor, yang paling utama adalah faktor cuaca buruk yang ditandai dengan turunnya hujan deras disertai angin kencang yang masih melanda Kabupaten Sukabumi sampai akhir Februari ini,” kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Sukabumi, Deden Sumpena, beberapa waktu lalu.
Menurut Deden, dengan adanya status siaga tujuannya untuk mempercepat penanganan korban bencana, khususnya saat menyalurkan bantuan.
Selain itu, kata Deden, dengan cuaca buruk yang masih terjadi dan melanda hampir seluruh kecamatan berpotensi terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, pergerakan tanah, angin kencang atau puting beliung.
Pada Februari ini, di Kabupaten Sukabumi sudah ada beberapa kejadian bencana hidrometerologi di beberapa kecamatan, namun untuk jumlah kejadiannya masih dalam pendataan. Bahkan pada Januari terjadi 68 kejadian bencana hidrometerologi yakni tanah longsor 21 kejadian, banjir tiga kejadian, angin kencang 40 kejadian dan pergerakan tanah empat kejadian.
Dampak dari bencana tersebut sebanyak 56 rumah rusak ringan, 18 rumah rusak sedang dan dua rusak berat, kemudian 32 rumah terancam, 16 unit fasilitas umum dan sosial rusak dengan total kerugian mencapai Rp1,39 miliar, namun tidak ada korban jiwa maupun luka.
Dalam mempercepat penanganan bencana, pihaknya sudah menyiagakan Petugas Penanggulangan Bencana Kecamatan (P2BK) yang tersebar di 47 kecamatan. Tujuannya untuk meminimalkan dampak bencana baik jumlah korban maupun kerugian materi.
“Kami juga memantau setiap informasi prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta mengimbau warga jika mengetahui atau menjadi korban bencana untuk segera melapor ke petugas terdekat agar bisa dengan cepat ditanggulangi sehingga dampaknya bisa ditekan,” katanya.
Ujang S. Chandra