Bupati dan Wabup Bandung Pecah Kongsi? Ini Disesalkan Institut Jamparing

Dadang Risdal Azis

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Direktur Jamparing Institut, Dadang Risdal Aziz, mengarahkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Bandung, terutama menyangkut tiga hal, yakni simbol bupati yang terkesan dihapus, alur yang tidak sesuai aturan, dan pelaksanaan yang tidak dijalankan sesuai dengan amanat undang-undang.

Menurut Dadang Risdal Aziz, semangat otonomi daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung sudah hilang. “Kalau seperti ini indikasinya, kesan sistem mau digiring kembali ke era sebelum masa repormasi, dan pola sentralistik dengan konstelasi politik dagang sapi. Ini tidak baik, kepentingan politik lebih kental dibanding kemaslahatan masyarakat,” ujar Dadang Risdal kepada wartawan, Rabu (11/5/2022).

Bahkan di lapangan beredar adanya intervensi dari Bupati Bandung para camat dan kepala desa yang mengultimatum agar jangan mengakomodir kehadiran dan keberadaan Wakil Bupati Bandung. “Salah satu contoh lepasnya foto Wakil Bupati dari baligo dan spanduk resmi Pemerintah Kabupaten Bandung,” terang Dadang.

Padahal menurut amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, telah secara jelas tertulis bahwa wakil kepala daerah adalah wakil dari pucuk pimpinan (kepala daerah) di suatu wilayah pemerintahan. Wakil kepala daerah punya kedudukan yang setara dengan kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan, dalam kebijakan.

Dalam UU tersebut disebutkan tugas dari Wakil Kepala Daerah (Wakada) adalah membantuk kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, dan membantu kepala daerah dalam pelaksanaan kegiatan instansi vertikal di daerah, laporan dan/atau temuan hasil pengawasan pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian budaya dan lingkungan hidup.

Selain itu, wabup juga membantu mengungkap dan melaporkan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa; memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah; tugas pelaksanaan dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

“Dalam melaksanakan tugas tersebut, wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. Wakil kepala daerah menyerahkan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya,” jelas Dadang Risdal.

Anehnya, kata Direktur Jamparing Institute, walau Sahrul Gunawan sudah beranjak dari Partai Nasdem ke Partai Golkar, kejadian yang menimpa Wakil Bupati Bandung itu yang saat ini sudah resmi menjadi kader Golkar, belum memberikan dukungan yang signifikan untuk memperkuat posisi wakil bupati tersebut.

“Anggota baik yang duduk di parlemen maupun petinggi-petinggi yang duduk di partai Golkar, terkesan diam saja, hingga menimbulkan tanda-tanya besar,” ujar Dadang Risdal.

Fenomena yang terjadi hari ini saja, lanjut Dadang Risdal, sangat mencolok dan menguatkan kedudukan wakil bupati yang tidak ada artinya. Pagi ini digelar halal bihalal oleh Pemerintah Provinsi, menurut informasi yang berhasil dihimpun, Bupati Bandung Dadang Supriatna berhalangan dan tidak dapat menghadiri acara tersebut. Namun yang terjadi “keukeuh” disposisi jatuh ke Sekda bukan ke Wakil Bupati seperti amanat UU untuk menghadiri acara tersebut.

“Ada apa sebenarnya? Apakah memang antara Bupati dan wakil Bupati Bandung disuasana yang masih Fitri ini tidak harmonis? Walahuallam. Yang jelas hal ini kan tidak bagus dilihat oleh rakyat, sebaiknya apapun permasalahan yang terjadi pemimpin harus memberikan suri teladan bagi rakyatnya. Disetiap kesempatan kita selalu memberikan semangat gotong royong, bahu membahu tapi di sisi lain rakyat disuguhi kondisi miris ini, ironis,” katanya.

Bahkan bukan moment itu saja, lanjutnya lagi, banyak momen yang memang tidak dapat dihadiri Bupati Bandung, tetapi disposisi jatuh kepada sekda, seolah-olah wakil bupati langsung diloncati saja.

Sementara itu, Wakil Bupati Bandung H. Sahrul Gunawan, ketika diminta pendapatnya tentang hal itu mengaku tidak mengetahuinya, meskipun memang tahu bahwa tugas dan fungsi sebagai Wabup adalah seperti yang dalam UU tersebut.

“Mungkin saya oleh Pak Bupati mah diberi keleluasaan untuk tidak diberi porsi yang banyak biar tidak cape kerja, mungkin ini mah ya,” kata Sahrul Gunawan sambil berkelakar.

Lee