WARTAPARAHYANGAN.COM
BANDUNG – Gamis adalah termasuk pakaian ibadah yang biasanya laris manis jika datang bulan ramadan. Tetapi pada ramadan kali ini tidak lagi. Hampir semua pengusaha gamis di Kampung Gamis Kabupaten Bandung, mengalami penurunan pendapatan 95 persen akibat imbas Corona atau Covid 19.
Salah seorang pengrajin gamis, Pepey (22), dirinya tidak memproduksi gamis seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Penghentian produksi gamis tersebut sudah berlangsung selama dua bulan, utamanya dikarenakan oleh mewabahnya Corona. Padahal sebelum ada Virus Corona, Pepey bersama pengrajin lainnya yang tinggal di Kampung Gamis Kabupaten Bandung, bisa memproduksi kerudung, baju muslim baik anak dan dewasa.
“Di Kampung Gamis ini ada 250 orang yang terkena dampak Covid 19. Penurunan pendapatannya mencapai 95 persen,” ungkap Pepey saat wawancara di Soreang, Selasa (5/5).
Produk gamis Pepey, banyak dipasarkan ke Tanah Abang Jakarta. Tetapi karena adanya Virus Corona, kemudian berlaku aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menyebabkan pendistribusian barang menjadi terhambat. Agar tetap bisa melangsungkan produksi gamisnya, Pepey hanya bisa mengandalkan dari pesanan. Jadi kalau tidak ada pesanan, maka otomatis tidak ada produksi. Disaat ramadan pun, hanya pelanggan tetapnya yang melakukan pemesanan, seperti pelanggan dari Jakarta dan Jawa. Jumlah pesananannya pun, kata Pepey, tidak lebih dari 50 pcs, dengan harga jual Rp. 65.000 per pcs.
“Kalau dipasarkan ke wilayah Bandung, hanya bisa menjual gamis sampai dua kodi. Sedangkan jika dipasarkan ke wilayah Jakarta, bisa menjual sampai 40 sampai 100 kodi,” lanjut Pepey.
Pepey berharap masyarakat yang bekerja dibidang konveksi, bisa memperoleh bantuan dari pemerintah. Pepey mengaku memiliki lima karyawan, yang hanya dipekerjakan pada saat ada pesanan. Meskipun demikian, Pepey tetap berusaha untuk memberikan THR untuk karyawannya, walaupun jumlahnya tidak seberapa.
“Dampak dari Virus Corona paling besar dirasakan oleh pengusaha konveksi. Banyak karyawan konveksi yang terpaksa dirumahkan. Saya berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kepada kami, karena sampai sejauh ini dari pemerintahan Desa atau Kecamatan Soreang belum ada bantuan ,yang datang ” pungkas Pepey.
Lily Setiadarma