Diduga Ada Upaya Penjegalan Pencapresan Anies Baswedan, AHY: Cegah Penguasa Ambil Alih Partai Demokrat

Ketua Umum Partai Demokrat, AHY, saat melakukan Commander’s Call, atau apel pimpinan, yang dihadiri jajaran pengurus DPP, Fraksi PD, DPD dan DPC dari seluruh Indonesia di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (3/4/2023).

WartaParahyangan.com

JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melakukan konsolidasi Partai Demokrat menghadapi upaya Peninjauan Kembali (PK) dari pihak KLB ilegal ke Mahkamah Agung.

Hal itu diduga terkait dengan kepentingan politik pihak tertentu untuk menggagalkan pencapresan Anies Baswedan dengan cara mengambil alih Partai Demokrat. Padahal selama ini Partai Demokrat telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres dalam Pemilu 2024.

Dikutip dari demokrat.or.id, AHY melakukan Commander’s Call, atau apel pimpinan, dengan memanggil semua jajaran pengurus DPP, Fraksi PD, dan 1.800-an anggota DPRD Partai Demokrat dari seluruh Indonesia, serta 38 ketua DPD dan 552 ketua DPC di seluruh Indonesia. Forum pembahasan ini dilakukan secara tertutup di kantor DPP Partai Demokrat, Senin (3/4/2023).

“KSP Moeldoko mengajukan PK pada tanggal 3 Maret 2023, tepat satu hari setelah Partai Demokrat secara resmi mengusung Saudara Anies Baswedan sebagai Bakal Calon Presiden. Forum Commander’s Call berpendapat, PK ini bukan tidak mungkin erat kaitannya dengan kepentingan politik pihak tertentu. Tujuannya jelas, menggagalkan Pen-Capres-an Saudara Anies Baswedan,” tegas AHY di depan media dan ribuan kader Demokrat.

“Forum juga berpendapat, ada upaya serius untuk membubarkan Koalisi Perubahan. Tentu saja, salah satu caranya adalah dengan mengambil alih Partai Demokrat. Karena Demokrat merupakan salah satu kekuatan perubahan selama ini,” tegas AHY lagi disambut gemuruh teriakan, ‘Lawan… lawan… lawan Moeldoko’ dari para kader.

AHY mengungkapkan alasan KSP Moeldoko mengajukan PK adalah karena ia mengklaim telah menemukan empat Novum atau bukti baru.

Kenyataannya, lanjut AHY, bukti yang diklaim KSP Moeldoko itu bukanlah bukti baru. Keempat Novum itu telah menjadi bukti persidangan di PTUN Jakarta, khususnya dalam perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT, yang telah diputus pad 23 November 2021.

“Secara resmi, hari ini, Tim Hukum kami akan mengajukan kontra memori atau jawaban atas pengajuan PK tersebut. Kita yakin, Demokrat berada pada posisi yang benar. Pengalaman empirik menunjukkan sudah 16 kali pengadilan memenangkan Partai Demokrat atas gugatan hukum KSP Moeldoko dan kawan-kawannya. 16-0. Dilihat dari kaca mata hukum dan akal sehat, tidak ada satu pun celah atau jalan bagi KSP Moeldoko untuk memenangkan PK ini,” tegas AHY.

“Situasi hukum di negeri ini sedang mengalami panca roba. Ada ketidakpastian hukum. Contohnya, tiba-tiba saja Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan agar Pemilu 2024 ditunda,” sambungnya.

Menurut AHY, situasi hukum yang tidak menentu itu, ada kemungkinan diakibatkan oleh tekanan dan kepentingan politik pihak tertentu; bagian dari elite dan penguasa di negeri ini. Apalagi kini sudah memasuki tahun politik; menjelang Pemilu 2024.

“Tekanan dan kepentingan politik ini bukan hanya masuk dalam ranah hukum. Dunia olahraga kita pun kena imbasnya. Sebagaimana kita tahu, penantian panjang rakyat Indonesia, ditambah masa persiapan tiga tahun, agar tim sepak bola nasional berlaga di Piala Dunia U-20, harus kandas hanya karena ada kepentingan politik pihak tertentu,” ujar AHY.

Ketum Partai Demokrat itu juga mengungkapkan, beberapa praktisi hukum mengatakan bahwa proses PK bisa menjadi bagian “ruang gelap” peradilan. “Ada celah untuk masuknya intervensi politik. Meskipun secara hukum tidak ada satupun alasan yang dapat digunakan untuk memenangkan gugatan KSP Moeldoko, tetapi kami tetap waspada,” kata AHY.

Menurut AHY, dengan mempertimbangkan kemungkinan intervensi politik pada proses PK ini, maka Partai Demokrat membawa kasus ini ke “Ruang Terang”, di samping para kader Demokrat di seluruh Tanah Air, dan juga rakyat dimohon untuk ikut memonitor.

Tak hanya itu. Para ketua DPD dan ketua DPC di seluruh Tanah Air juga bersepakat untuk mengirimkan Surat Perlindungan Hukum kepada Ketua Mahkamah Agung. Mereka ingin menunjukkan soliditas dan satu kesatuan komando dengan Dewan Pimpinan Pusat di Jakarta. Mereka mengatakan kepada AHY, “Kami tidak rela dan tidak sudi partai kami diambil alih oleh KSP Moeldoko.”

AHY juga mengungkapkan, sejak tahun lalu perwakilannya di tim kecil sudah menyampaikan kepada rekan Koalisi Perubahan tentang risiko mengusung bakal calon Presiden yang tidak dikehendaki penguasa. “Bukan tidak mungkin penguasa akan meradang dan KSP Moeldoko akan mengajukan PK-nya untuk menghambat laju Koalisi Perubahan. Kini dugaan kami itu terbukti,” kata AHY.

Karena itu, dengan tegas AHY mengatakan, “Kami, seluruh Pimpinan, Pengurus dan Kader Partai Demokrat, S14P. Kami siap lahir dan batin untuk mempertahankan kedaulatan partai kami dengan segala cara dan sumber daya yang kami miliki. Kami tidak gentar. Kami akan hadapi segala tantangan dan risiko yang ada di depan mata.”

Dengan suara tenang, AHY melanjutkan, “Kami yakin, Gusti Allah mboten sare. Tuhan tidak pernah tidur. Kebenaran yang hakiki, tidak akan pernah bisa dimanipulasi. Jika terhadap perilaku oknum penguasa ini pun, pimpinan negeri diam, dan bahkan cenderung membiarkan, kami juga tidak akan pernah mengeluh.”

“Ingat, pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini bukanlah individu. Bukanlah sekelompok elite atau golongan, melainkan rakyat Indonesia. Maka, kepada rakyat kami meminta dukungan dan bantuan. Bersama rakyat, kami berjuang!” tegas AHY.

Pada kesempatan itu, AHY menyerahkan materi kontra memori kepada tim hukum yang dipimpin mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Dr. Hamdan Zoelva. Selanjutnya, ribuan kader Demokrat bersepeda motor mengiringi perjalanan tim hukum untuk menyerahkan dokumen kontra memori ini ke PTUN.

Asep R. Rasyid