DPR: Petani Bawang Putih Tidak Menikmati Melonjaknya Harga

Kunjungan kerja (Kunker) Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo , bersama Kementeri Pertanian, Perum Bulog dan PT Pertani ke Kp. Cikareo Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kab. Bandung, Selasa (30/5/17
Kunjungan kerja (Kunker) Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo, bersama Kementerian Pertanian, Perum Bulog dan PT Pertani ke Kp. Cikareo Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kab. Bandung, Selasa (30/5/17).

WARTA PARAHYANGAN –  BANDUNG

Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengatakan, daerah penghasil bawang putih seperti Kab Bandung ternyata petaninya justru tidak menikmati dari meroketnya harga. Oleh karena itu, dirinya meminta agar pemerintah memperbaiki tata kelola.

“Selama ini bawang putih hampir 95% merupakan impor atau 500.000 ton per tahun. Ternyata tempat bawang putih terbaik di Indonesia adalah Desa Alam Endah, Rancabali, Kab Bandung. Ini salah satu bukti di lapangan kita mampu produksi,” katanya, kepada wartawan, Selasa (30/5/2017).

Sayangnya, terjadinya perubahan di pasar ternyata tidak diikuti oleh pendapatan di tingkat petani dan petani tetap terintimidasi oleh harga. Kondisi tersebut, diakui Edhy, sudah dipelajarinya sejak tiga tahun silam. Pemerintah jangan kalah siasat dengan kelompok pengambil untung sesaat.

Publik harus membuka mengenai kondisi yang mengkhawatirkan karena dengan volume impor yang tinggi harga bawang putih tetap tinggi. Padahal harga asli dari Cinanya hanya Rp16.000 per kg. Bukan berarti para importir dan pengusaha tidak boleh mengeruk untung, tapi harus wajar.

“Naiknya jangan terlalu tinggi maksimal Rp15.000. Kita seolah-olah membiarkannya sehingga tata kelola harus diperbaiki,” ucapnya.

Apabila ditemukan adanya pelaku spekulan terindikasi, satgas pangan harus segera menangkapnya. Pada APBD Perubahan pihaknya akan mengevaluasi kebijakan termasuk penganggaran untuk penguatan swasembada bawang putih dengan memanfaatkan anggaran dari pos yang tidak terserap dengan baik.

Tokoh pertanian Desa Alam Endah, H. Awan Rukmawan mengatakan, pada 1982-1989 di Desa Alam Endah terdapat kurang lebih 250 hektar pertanian bawang putih. Kemudian terjadi fluktuatif harga, hingga harga terendah mencapai Rp 400 perkilogram. Otomatis, para petani lokal mengalami kerugian besar-besaran.

“Dari sana para petani di sini mulai beralih komoditas. Itu terjadi pada 89-90 an petani menanam seledri dan tomat sampai 1990 an. Kemudian memasuki tahun 2000 an mulai beralih pada komoditas stroberi. Memang sangat disayangkan, karena bawang putih dari Desa Alam Endah ini salah satu yang terbaik di Indonesia, tapi karena gempuran bawang impor hancur,” kata Awan yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Alam Endah, di sela kunjungan kerja (Kunker) Komisi IV DPR, bersama Kementeri Pertanian dan Perum Bulog, PT Pertani ke Kp. Cikareo Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kab Bandung, Selasa (30/5/17).

Saat itu, kawasan Desa Alam Endah memang terkenal sebagai sentra pertanian bawang putih di Kabupaten Bandung. Namun sayangnya, gempuran bawang putih impor membuat para petani kolaps. Pada 89 bawang putih impor asal Fhilipina membanjiri pasar dalam negeri hingga ratusan ton perharinya.

“Saat itu bawang putih dalam negeri akhirnya masuk ke pasar lokal. Namun lagi-lagi kalah bersaing dengan bawang impor,”ujarnya.

Meski gempuran bawang putih impor terus terjadi hingga hari ini, lanjut Awan, namun di Desa Alam Endah ada beberapa petani yang masih setia tetap menanam bawang putih. Itupun mereka memanen tanamannya di usia muda. Karena memang tanaman bawang putih muda yang biasa disebut son, harga jualnya sama dengan bawang putih yang telah memasuki usia panen.

“Yang masih setia menanam bawang putih itu beberapa orang tokoh petani di sini. Itu juga dipanen muda, karena harga jualnya sama dengan yang sudah tua, sekitar Rp 20 ribu perkilogram,”ujarnya.

Keuntungan petani bawang putih panen muda ini, lanjut Awan, dari bibit 100 kilogram, bisa menghasilkan 5-6 ton bawang putih muda. Sedangkan jika ditanam hingga cukup usia panen, dengan jumlah bibit yang sama hanya menghasilkan sekitar 2,5 ton bawang putih tua.

“Nah kalau ingin mengembalikan kejayaan bawang putih lokal, termasuk di Alam Endah ini, yah harus ada jaminan harga dari pemerintah, dengan melakukan kontrak harga. Kalau saat ini, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk bawang putih, minimal Rp 10 ribu perkilogram itu untuk bawang putih muda, kalau di bawah itu petani masih rugi,”katanya.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung H. Tisna Umaran, mengatakan, bawang putih memang cocok ditanam di daerah dataran tinggi. Oleh karenanya, sejumlah daerah di Kabupaten Bandung seperti Rancabali, Pangalengan, Cimaung dan Ibun merupakan daerah yang memiliki catatan sebagai sentra produksi bawang putih.

Oleh karena itu, pihaknya menyambut baik rencana pemerintah yang akan menjadikan Kab Bandung sebagai sentra produksi bawang putih nasional. Hanya, kejelasan HPP harus segera dibuat agar petani antusias dalam membudidayakannya.

“Sekarang ini luas kebun bawang putih hanya tersisa sekitar 60 hektar dan kami siap dijadikan daerah pendukung swasembada bawang putih dengan 1.000 hektar hanya syaratnya HPP,”katanya.

Sebagai tahap awal, pihaknya hanya akan menyanggupi perluasan areal tanam hingga 200 hektar. Untuk bibit, akan disuplai oleh PT Pertani dan pembelian akan dilakukan oleh Bulog.

Langkah selanjutnya, tinggal melakukan penyeleksian terhadap kelompok tani yang akan mendapatkan program tersebut.

“Kami akan lakukan pendampingan agar berhasil. Program ini sangat menguntungkan bagi kami. Karena sekalipun kami bisa menghasilkan bawang putih berkualitas, tapi masih belum bisa memenuhi kebutuhan sendiri sehingga masih bergantung impor,”ujarnya.

— Lily Setia darma