WartaParahyangan.com
BANDUNG – Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kabupaten Bandung dan Jamparing Institut Pemerhati Kebijakan Pemerintah, menyoroti dugaan pungutan liar (pungli) berkedok pembelian seragam dan atribut sekolah, yang dalam sepekan ini mulai dilakukan sejumlah SD di Kabupaten Bandung.
Direktur Jamparing Institut, Dadang Risdal Aziz, saat dimintai tanggapan melalui sambungan telepon pada Kamis (18/7/2024), menyatakan bahwa kebutuhan seragam di luar seragam utama (hitam putih) seharusnya bersifat anjuran saja, bukan diwajibkan. Sekolah tidak boleh memaksa siswa atau orang tua untuk membeli seragam.
“Saya memahami jika sifatnya anjuran untuk menjaga kekompakan di sekolah, tetapi murid atau orang tua harus bebas membeli di mana saja asal bentuknya sama,” jelas Dadang.
Ia juga menegaskan bahwa sampul raport dan atribut yang sudah dicover oleh dana BOS tidak boleh lagi diminta kepada siswa. “Hal-hal yang sudah ditanggung oleh dana BOS tidak boleh lagi diminta kepada siswa. Ini merupakan pelanggaran jika dilakukan oleh sekolah,” tegas Dadang.
Karena itu, kata Dadang, Disdik harus tegas dalam hal ini dengan membuat edaran yang jelas mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sekolah.
“Jika edaran ini tidak diindahkan, kepala sekolah harus diberikan sanksi, mulai dari peringatan hingga pemberhentian,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Ketua K3S Kabupaten Bandung, Wawan Wardana, S.Pd., yang mengingatkan agar sekolah tidak menjual baju seragam maupun bahan seragam kepada peserta didik baru selama pelaksanaan PPDB. Ia menekankan bahwa penjualan seragam oleh sekolah bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang tua dan siswa.
“Kalau sekolah mau menjual barang yang dipakai dan disetujui oleh pihak orang tua, itu tidak masalah. Yang penting harga sesuai dengan harga pasar dan tidak keterlaluan. Tapi kalau penjualannya dilakukan secara sepihak, itu tidak diharapkan, apalagi memaksakan kehendak. Misalnya, baju olahraga memang diperlukan, tetapi harus dijual dengan harga yang terjangkau dan sesuai pasaran,” kata Wawan.
Ia juga menyoroti bahwa dana operasional sekolah seharusnya digunakan untuk mengakomodir kebutuhan seperti sampul raport dan atribut sekolah. Jika ada kebutuhan yang tidak bisa diakomodir, hal ini harus dikomunikasikan dengan orang tua melalui rapat dan berita acara untuk menghindari kesalahpahaman.
“Saya pribadi tidak setuju sekolah melakukan jual beli. Jika ada perusahaan yang masuk dan disetujui oleh orang tua, itu hak mereka. Namun untuk ke depan, hal-hal seperti ini harus diminimalisir untuk menghindari gesekan dengan orang tua, terutama mereka yang kurang mampu,” kata Wawan.
Ia juga menyoroti kondisi ekonomi saat ini serta program Bupati Bandung yang mencakup pendidikan gratis. Menurutnya, kegiatan pembelajaran di sekolah seharusnya dibiayai oleh dana BOS, kecuali jika ada kebutuhan yang tidak bisa diakomodir dan telah disetujui bersama oleh orang tua.
Sementara itu, Ketua K3S Kecamatan Rancaekek, Yayan Suryana, S.Pd., mengatakan bahwa dalam forum rapat, ia telah berkali-kali mengingatkan agar pembelian barang-barang berkedok seragam dikaji ulang.
“Kami menghimbau kepada semua kepala sekolah untuk mensosialisasikan hal ini dan memastikan harga barang tidak meledak-ledak. Jika bisa, koordinir dengan pihak koperasi,” ujar Yayan kepada Wartaparahyangan.com Kamis (18/7/2024).
Ia menyarankan agar item-item yang tidak perlu tidak diwajibkan. “Ada siswa yang kurang mampu, dan beberapa orang dari 100 siswa, mungkin ada 10% sampai 15% yang kurang mampu. Jadi, jika ada kelebihan biaya, gunakan untuk subsidi silang,” tutup Yayan.
Lily Setiadarma