Kang Ace Ajak Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Kloter Jabar Bisa Jaga Nama Baik Bangsa

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, saat menjadi narasumber Bimbingan Teknis Terintegrasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Kloter Provinsi Jawa Barat Tahun 1444-H/2023 di Asrama Haji Bekasi, Minggu (2/4/2023) malam.

WartaParahyangan.com

BEKASI – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengajak Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Kloter Provinsi Jawa Barat bisa menjaga nama baik bangsa.

Hal itu dikatakan Tubagus Ace Hasan Syadzily atau biasa disapa Kang Ace saat menjadi narasumber Bimbingan Teknis Terintegrasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Kloter (Ketua Kloter, Pembimbing Ibadah Haji, Petugas Haji Daerah dan Tenaga Kesehatan Haji) Provinsi Jawa Barat Tahun 1444-H/2023 di Asrama Haji Bekasi, Minggu (2/4/2023) malam.

“Bapak ibu sekalian ini beruntung karena akan menjadi pelayan dan petugas dari para tamu Allah. Karena itu harus selalu ingat tentang apa yang menjadi tujuan utama kita yakni mengayomi dan melayani para jamaah agar bisa melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya,” kata Kang Ace dihadapan 771 peserta yang hadir.

Pada kesempatan itu Kang Ace mengingatkan agar setiap petugas penyelenggara haji dari Jawa Barat bisa menjadi contoh karena mampu menjaga amanah sebagai pelayan para jamaah.

“Mari kita belajar bagaimana cara melayani jamaah dengan sebaik-baiknya. Kita harus mampu menjadi yang terbaik dalam memberikan pelayanan kepada para jamaah, terlebih kebanyakan jamaah adalah kelompok lanjut usia (lansia). Sebab itu jaga kesehatan dan tetap cekatan,” ujar Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat tersebut mengingatkan.

Ia menjelaskan, dari tahun ke tahun pelaksanaan dan pelayanan ibadah haji dari Indonesia sudah semakin baik. Hal ini, kata dia, disebabkan salah satunya karena Kementerian Agama terus didorong dengan berbagai pengawasan supaya pelayanan ibadah haji betul-betul bisa sesuai dengan harapan bersama.

“Kedepan, besaran nilai manfaat misalnya, secara bertahap harus didistribusikan secara merata dan berkeadilan kepada seluruh jamaah Waiting List sesuai dengan jangka waktu tunggu yang dimiliki jamaah,” ujar Kang Ace.

Penggunaan Nilai Manfaat untuk penyelenggaraan haji tahun berjalan, kata dia, harus diformulasikan secara proporsional dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakat dan iklim ekonomi tahun berjalan serta kondisi keuangan haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Kang Ace juga menyebutkan, sejak tahun 2008 Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang haji. Namun undang-undang itu dalam perjalanannya terus mengalami berbagai revisi.

“Kenapa harus direvisi? Karena undang-undang tersebut harus mengikuti dinamika yang terjadi dengan proses penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun,” ulasnya.

Dalam kesempatan itu Kang Ace kemudian memberi berbagai contoh dinamika yang terjadi di DPR terkait urusan haji dan umroh tersebut. Misalnya pada tahun 2008 belum ada daftar antrean. Kini semua jamaah harus mengikuti aturan main antrian.

“Pada 2012 ada persoalan serius yang harus dihadapi dalam penyelenggaraan ibadah haji terutama terkait soal dana pinjaman. Ketika itu pihak perbankan maupun lembaga keuangan syariah membuat kebijakan dana talangan, maka otomatis para jamaah pinjam ke bank atau pinjam ke lembaga keuangan syariah,” kata Kang Ace.

Akhirnya apa yang terjadi, kata dia, orang bisa berangkat haji, pinjam uang dulu, kemudian daftar, akhirnya daftar antrian tiba-tiba menjadi sangat penting. “Munculnya dinamika di masyarakat terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji telah menimbulkan berbagai persoalan baru, misalnya soal daftar tunggu yang panjang,” tuturnya.

Sebab itu, kata Kang Ace, UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) kemudian memuat hasil revisi terutama terkait tentang pengembalian nomor resi kepada ahli waris jamaah yang tidak berangkat atau meninggal karena alasan tertentu agar bisa dijamin oleh undang-undang.

“Ketentuan mengenai amirul hajj juga telah diatur dalam UU PIHU. Menteri Agama bertindak sebagai Amirul Hajj memimpin misi haji Indonesia dibantu oleh 12 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah 6 orang, dan unsur organisasi kemasyarakatan Islam sebanyak 6 orang,” paparnya.

Terkait jemaah haji disabilitas dan pendamping juga menjadi hal baru dalam UU PIHU. Jemaah haji penyandang disabilitas mendapatkan pelayanan khusus dan berhak mengisi kuota pada pelunasan tahap kedua jika masih terdapat sisa kuota.

“Visa di luar Kuota Haji Indonesia yang biasa dikenal dengan visa mujammalah atau visa furada juga diatur dalam UU PIHU. Bagi warga negara yang mendapatkan undangan berhaji dari Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan melaporkan kepada Kementerian Agama,” jelas Kang Ace.

Kelompok Bimbingan, lanjut Kang Ace, dulu dikenal dengan sebutan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Melalui UU PIHU dijelaskan bahwa kelompok bimbingan dapat menyelenggarakan pembimbingan untuk jamaah haji dan jamaah umrah.

“Bahkan disebutkan bahwa Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) yang memiliki jemaah paling sedikit 135 orang berhak mendapatkan satu kuota pembimbing dengan syarat telah memiliki sertifikat pembimbing ibadah haji,” sambungnya.

Ia menyebut keberadaan KBIHU sangat penting sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

“Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pembinaan jemaah haji dan umrah. Pembinaan jemaah berupa penyuluhan dan pembimbingan yang dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok,” tegasnya.

Kang Ace menjelaskan ada tiga peran DPR RI dalam penyelenggaraan ibadah haji, antara lain, pertama, sebagai penyusun regulasi penyelenggaraan haji dan umrah. Kedua sebagai pihak yang terlibat dalam penganggaran biaya penyelenggaraan ibadah dan ketiga sebagai pemegang fungsi pengawasan penyelenggaraan haji-umrah dan pengelolaan keuangan haji.

Beberapa regulasi yang sebelumnya menjadi pedoman kemudian memicu dinamika di DPR. Misalnya saat pembahasan penentuan biaya ibadah haji tahun 1444/2023 ini.

“Kami di Komisi VIII kemarin juga sangat terlibat aktif dalam perumusan berapa biaya haji yang harus dikeluarkan. Dan bapak ibu sekalian bisa melihat polemik yang begitu sangat ramai di masyarakat,” katanya.

Terkait dengan pelaksanaan ibadah umroh, lanjut Kang Ace, dulu yang namanya ibadah umroh itu tidak masuk dalam regulasi. “Tapi alhamdulillah sekarang ibadah umroh pun sudah masuk ke dalam undang-undang khusus terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji,” ujarnya.

Pengetahuan tersebut, katanya lagi, tentu saja harus dipahami oleh para petugas penyelenggara haji, sehingga para jamaah mendapat pemahaman yang utuh serta mendapat pelayanan sesuai yang diharapkan.

Asep R. Rasyid