Korsleting Listrik Dominasi Penyebab Peristiwa Kebakaran di Kabupaten Bandung

Kabid Pemadaman dan Penyelamatan Disdamkar Kabupaten Bandung, H. Ating Rochyadi ( tengah) bersama Kepala Seksi di kantor Disdamkar Kabupaten Bandung, Senin (8/11). – Foto: Lee

WARATAPARAHYANGAN.COM

BANDUNG  – Dalam kurun waktu Januari sampai Oktober 2021, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kabupaten Bandung mencatat ada 237 peristiwa kebakaran. Berdasarkan data, kebakaran yang disebabkan oleh korsleting listrik menduduki peringkat pertama dengan 88 kejadian, lalu akibat gas bocor dengan 21 kejadian, akibat puntung rokok dengan tiga kejadian, akibat pembakaran sampah sebanyak 24 kejadian, dan lainnya. Peristiwa kebakaran banyak dialami oleh rumah tinggal.

Kabid Pemadaman dan Penyelamatan Disdamkar Kabupaten Bandung, H. Ating Rochyadi meminta masyarakat harus selalu mengecek instalasi listrik yang ada di rumah. Terutama pada bagian jaringan dan penggunaan terminal yang tidak boleh berlebihan.

“Jaringan dan penggunaan terminal yang berlebihan itu akan menimbulkan percikan api dan korsleting listrik. Selain itu, biasanya karena lupa sedang menggunakan tabung gas jadi kebakaran,” kata Ating saat di temui di ruang kerjanya, Senin (8/11).

“Alat-alat listrik yang ada di rumah, kalau tidak memenuhi standar harus segera diganti,” sambungnya.

Pihaknya berencana menggulirkan program penggunaan Apar di kantor pemerintahan, desa hingga ke tingkat RT dan RW. Selain itu, juga akan dibentuk relawan kebakaran hingga ke lapisan ke bawah. Tentunya masyarakat harus memahami cara penggunaan alat kebakaran tersebut.

“Harus melalui edukasi, tidak bisa sembarangan juga menggunakan Apar. Jujur saja,  sekarang ini banyak juga Apar yang abal-abal artinya tidak sesuai dengan standar, disemprotkan bahannya tidak ada, atau bahannya tidak memadamkan sekaligus hanya hambur-hambur,” tutur Ating.

Sementara  Kepala Seksi Pemadaman dan Investigasi Disdamkar dan Penyelamatan Kabupaten Bandung, H. M. Saepuloh mengatakan sebagian besar rumah di Kabupaten Bandung belum memenuhi syarat untuk sistem proteksi keamanan pencegahan kebakaran.

Idealnya, ungkap Saepuloh, sebelum bangunan berdiri dan sebelum dikeluarkan IMB, maka selain mengajukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), pemilik bangunan harus memenuhi syarat pencegahan kebakaran. Katanya, minimal di rumah tersedia Alat Pemadam Api Ringan (Apar).

“Minimal punya Apar, karena rambatan dan tumbuhnya api itu ada di menit sepuluh keatas, kalau dari menit ke 0-3 itu namanya tunggu api. Jika tertangani di skala interval waktu 1-3 menit maka bisa tertangani, sementara kalau sudah masuk ke fase 10 menit berikutnya itu api sudah enggak mungkin ditangani oleh Apar lagi,” ujar Saepuloh.

Berdasarkan Permendagri, respon time yang ditetapkan untuk petugas pemadam kebakaran itu 15 menit sejak menerima laporan. Dikatakan Saepuloh, ada sejumlah permasalahan yang dihadapi Dinas Kebakaran seperti keterbatasan jumlah armada, keterbatasan pos hingga keterbatasan personil, ditambah lagi masalah yang menyangkut kondisi geografis di Kabupaten Bandung.

“Karena jarak, kemudian keterbatasan jumlah armada yang hanya ada 18 buah, hanya ada sembilan pos yang harus melayani 31 kecamatan. Di internal, kalau kita melihat standar, untuk per satu unit kendaraan itu diawaki enam orang, tapi ini baru ada empat orang,” pungkas Saepuloh.

Lily Setiadarma