Mitos Pilkada Kabupaten Sukabumi: Narasi Cacat Logika

Pasangan Marwan – Adjo saat Deklarasi pada Pilkada 2015.

WartaParahyangan.com

SUKABUMI – Dalam satu dekade terakhir, publik Kabupaten Sukabumi diam-diam telah disusupi “obrolan warung kopi” seputar kontestasi politik pemilihan umum kepala daerah (pilkada) yang “merumuskan” figur calon bupati yang berstatus wakil bupati akan gagal memenangi pilkada.

Celakanya, tim sukses kandidat calon bupati/wakil bupati — yang dangkal gagasan dan paceklik narasi kampanye — kemudian menerbangkan isu kegagalan calon berstatus wakil bupati tersebut sebagai “keniscayaan dari langit”.

Di dunia politik, isu konyol atau mitos se-absurd apa pun akan mendapatkan justifikasi. Pembenaran para penganut “ilmu cocokologi” di warung kopi itu adalah fakta empirik sejarah pilkada di Kabupaten Sukabumi sejak 2005.

Pada pilkada pertama 27 Juni 2005, Wakil Bupati Sukabumi, Ucok HM. Yusuf (berpasangan dengan Teddy Nurhadi dikalahkan pasangan Sukmawijaya – Marwan Hamami. Pada pilkada berikutnya atau pada tahun 2010, Wakil Bupati Marwan Hamami (berpasangan dengan Ujang Usman) mengalami nasib yang sama dikalahkan pasangan bupati petahana Sukmawijaya – Ahmad Jajuli.

Mitos belum selesai. Pilkada 2015 “mitologi kegagalan wakil bupati” mendapatkan faktanya pada diri Ahmad Jajuli. Lima tahun berikutnya (2020) giliran Wakil Bupati Adjo Sardjono.

Lima kali pilkada, lima wakil bupati gagal. Pertanyaannya, apakah ada penjelasan logis-empiris-akademis yang dapat meruntuhkan bangunan mitos kegagalan wakil bupati pada pilkada di Kabupaten Sukabumi? Jawaban konklusif pertama adalah, di dunia politik (baca: kontestasi pilkada)- tidak ada binatang yang bernama kebetulan, apalagi mitos.

Sejak pilkada langsung dilaksanakan di negeri ini, setidaknya ada tiga variabel utama yang berperan sangat signifikan: kandidat (figur calon), jaringan (relawan dan simpul-simpul simpatisan) dan logistik. Dalam konteks pilkada Kabupaten Sukabumi, harus ditambahkan “variabel khusus” yakni tidak berhadapan dengan bupati petahana.

Pasangan Marwan – Iyos saat Pilkada 2020.

Kegagalan para wakil bupati di Sukabumi dalam lima kali pilkada mengonfirmasi adanya kelemahan dalam tiga variabel utama dan satu variabel khusus tadi. Penyebab kekalahan Ucok HM. Yusuf dan Ahmad Jajuli adalah lemahnya jaringan, efektivitas mesin partai dan logistik.

Kegagalan Marawan Hamami karena berhadapan dengan bupati petahana Sukmawijaya yang elektabilitasnya sudah mencapai angka psikologis 40 persen enam bulan sebelum hari H pemungutan suara.

Situasi yang dihadapi Adjo Sardjono pada Pilkada 2020 hampir sama dengan posisi Marwan pada Pilkada 2010, kecuali faktor logistik, Adjo juga bersaing dengan bupati petahana Marwan Hamami yang menggandeng Sekda Kabupaten Sukabumi, Iyos Somantri.

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana prospek Wakil Bupati Sukabumi Iyos Somantri pada kontestasi Pilkada Kabupaten Sukabumi, Nopember 2024?

Saat ini, tentu terlalu dini untuk memetakan konstelasi dan peluang figur bakal calon mana pun. Tapi ketika tiga variabel utama pilkada menjadi elemen kunci kemenangan, prospek Iyos Somantri bisa merujuk Pilkada Kota Sukabumi 2018 yang dimenangi Ahmad Fahmi (berpasangan dengan Andri Hamami).

Pada periode jabatan Wali Kota Muhammad Muraz (2013 – 2018), Fahmi hadir sebagai sosok wakil Wali Kota Sukabumi yang genuine, dekat dengan rakyat, memiliki integritas moral tinggi, cerdas dan merawat jaringan relawan dengan tulus.

Rekam jejak itulah yang membuat Fahmi tak terbendung untuk menjadi orang nomor satu di Kota Sukabumi. Rekam jejak itu pula yang tercermin pada Wakil Bupati Sukabumi, Iyos Somantri, plus 30 tahun pengalaman di pemerintahan dari staf biasa hingga menjadi sekda.

Usep Sutendi