WartaParahyangan.com
BANDUNG – Sejumlah orang tua siswa kelas 7 SMPN 1 Pasirjambu, Desa Pasirjambu, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, mengeluhkan uang seragam yang harus mereka bayar sebesar Rp 800 ribu untuk beberapa setel seragam ditambah jas almamater.
Mereka keberatan kalau harus membeli seragam sekolah sebesar itu. Karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah cukup berat.
“Kami sangat berat kalau harus membayar Rp 800 ribu. Bahkan saya sih inginnya enggak ada pungutan uang seragam, kan masih bisa memakai seragam yang ada bekas kakaknya dulu,” ujar salah seorang ibu dari siswa kelas 7 di SMPN 1 Pasirjambu yang keberatan ditulis namanya.
Uang seragam Rp 800 ribu itu, lanjut ibu tersebut, harus dilunasi sampai November 2022. “Saya bingung cari uang kemana untuk melunasi seragam sekolah sebesar itu,” katanya.
Ia menceritakan, suaminya hanya buruh serabutan, dengan penghasilan yang tak menentu. Penghasilan suaminya yang pas-pasan itu hanya cukup untuk makan sehari-hari mereka sekeluarga.
Ongkos ojek anaknya pergi ke sekolah pun dirasakannya sudah cukup berat. Tapi anaknya terpaksa harus naik ojek ke sekolah karena memang tak ada angkutan umum yang ongkosnya lebih murah.
“Saya benar-benar bingung dengan biaya sekolah yang memberatkan. Kalau sekiranya masih bisa pakai seragam kakaknya, enggak usah dipaksakan harus beli. Apalagi untuk jas almamater, rasanya enggak penting juga, toh indentitas sekolah kan sudah cukup jelas dari badge (lambang dan nama sekolah) yang dipasang di kiri dan kanan baju seragam,” tuturnya.
Salah seorang sumber di SMPN 1 Pasirjambu yang minta identitasnya tidak disebutkan, membenarkan adanya pungutan untuk pembelian seragam sekolah siswa kelas 7 atau siswa baru.
Pembelian beberapa seragam itu, kata sumber, memang disediakan oleh koperasi. Namun ada pemasok atau pengusaha konveksi rekanannya.
Teknis penyampaiannya kepada para orang tua siswa pun, katanya lagi, tidak melalui komite sekolah, melainkan disampaikan oleh wali kelas masing-masing saat momen penyuluhan soal pola asuh terhadap anak (parenting).
“Sebenarnya para guru juga tidak dilibatkan. Mereka cuma diminta menyampaikan saja, jadi setelah kegiatan parenting guru juga memaparkan soal keharusan membeli seragam termasuk baju almamater itu,” katanya.
Ia dan para guru di SMPN 1 Pasirjambu sebenarnya tidak terlalu keberatan dengan rencana pengadaan seragam itu. Namun harganya yang terlampau mahal dan di luar kewajaran membuat ia kecewa. Apalagi saat ini masyarakat belum pulih perekonomiannya akibat pandemi.
“Untuk beberapa setel seragam itu modalnya sekitar Rp 300 ribu. Kalau ditambah jas almamater seharga Rp 125 ribu kan totalnya cuma Rp 425 ribu. Tapi kenapa siswa harus membayarnya Rp 800 ribu? Seharusnya dilakukan dengan profesional, transparan dan kalau ada keuntungan yah sewajarnya lah jangan bikin sengsara orang tua siswa dong,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bandung H. Ruli Hadiana saat ditemui di kantornya, Selasa (30/8/2022), mengaku tidak mengetahui soal kewajiban siswa baru harus membeli seragam dari koperasi sekolah.
Kadisdik berjanji akan segera mengkonfirmasi masalah itu ke sekolah tersebut. “Saya akan segera mencari tahu ke sana. Akan saya pelajari dulu apakah ini melanggar aturan atau tidak,” katanya.
Kalau melanggar aturan, tegas Kadisdik, tentu harus dibatalkan, kemudian pihak sekolah jangan pernah membuat aturan yang memberatkan atau membebani orang tua siswa.
Lily Setiadarma