WARTAPARAHYANGAN.COM
BANDUNG – Hingga saat ini, pemasaran gula semut masih belum semanis rasanya. Artinya, jika gula semut itu rasanya manis, maka dalam konteks modal dan pemasarannya justru masih tersendat-sendat.
Pengakuan di atas dikemukakan oleh Dayat, seorang warga asal Cianjur Selatan, pembuat cuko empek-empek dan gula semut. Dayat mengaku, sudah menjadi pengrajin cuko empek-empek dan gula semut sejak tahun 2014. Cuko empek-empek dan gula semut ini, selain dipasarkan di wilayah Bandung, juga dipasarkan ke Bogor hingga ke wilayah Jambi.
“Dalam melaksanakan proses produksi, saya dibantu oleh 20 orang warga sekitar,” ujar Dayat, yang didampingi Istri Ny. Ela saat wawancara di Bumi Ciwidey Indah (BCI), Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Senin (6/7).
Kata Dayat, hal yang menjadi kendala dalam menjalankan usaha pembuatan gula semut dan cuko empek-empek adalah modal. Oleh karena itu, dirinya meminta bantuan Pemerintah Kabupaten Bandung dalam hal modal atau minimal dibantu dalam hal pemasarannya. Sehingga, produksi bisa terus berjalan dan para pekerja bisa mendapatkan penghasilan. Untuk pengajuan kemasan atau label masih diusahakan ke Disperindag Kab. Bandung. Hanya saja untuk saat ini masih terkendala karena adanya Covid 19.
“Karena ada Pandemi Covid 19, jadi pengajuan permohonan label kemasan ke Dinas Perindustrian dan perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung jadi terganggu. Kami berharap ada bantuan modal atau pemasarannnya. Apalagi, pekerja disini kebanyakan ibu-ibu,” tutur Dayat.
Gula semut yang diproduksi, kata Dayat, baik untuk dikonsumsi bagi masyarakat yang memiliki diabetes. Jadi rendah kandungan gulanya. Untuk bahan produksinya sendiri, Dayat memperolehnya dari wilayah Cianjur Selatan.
Lily Setiadarma