WartaParahyangan.com
BANDUNG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung resmi membentuk Satgas Pemberantasan Premanisme, yang ditandai dengan Apel Kesiapsiagaan Satgas Pemberantasan Premanisme, di Gedung M Toha, Kamis (27/3/2025).
Terbentuknya Satgas Pemberantasan Premanisme ini menindaklanjuti arahan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait dengan pembentukan SK Satgas Pemberantasan Premanisme, sesuai dengan SK Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tanggal 24 Maret Nomor 300 Tahun 2025.
Wabup Bandung Ali Syakieb saat memimpin apel mengungkapkan, terbentuknya Satgas Pemberantasan Premanisme Jabar dilatarbekangi oleh Operasi Jabar Manunggal yang digagas oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, untuk memberantas premanisme dan menciptakan kondisi keamanan dan kondusifitas di Jawa Barat.
“Operasi manunggal ini menargetkan kelompok-kelompok kriminal, seperti geng motor dan jaringan preman yang sering melakukan tindakan pemerasan, pungutan liar, serta gangguan terhadap masyarakat dan investasi secara terkoordinasi dan terintegrasi,” kata Wabup Bandung.
Menurut Wabup, Pemkab Bandung telah menindaklanjuti Surat Gubernur Jabar Nomor 2337/Ar.06.04/Pemotda tanggal 21 Maret 2025, melalui beberapa tahapan pembahasan. Maka telah ditetapkan Keputusan Bupati Bandung Nomor 300.1/KEP.205-SATPOLPP/2025 tentang pembentukan Satgas Pemberantasan Premanisme di wilayah Kabupaten Bandung.
Keputusan pembentukan satgas ini didasarkan pada pentingnya menjaga ketertiban sebagai fondasi utama bagi keberlangsungan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bandung.
“Satgas ini bertugas untuk melakukan penindakan terhadap aksi kriminal seperti pemerasan, intimidasi, dan pungutan liar yang menghambat investasi serta mengganggu stabilitas sosial,” ujar Wabup.
Dengan lingkungan yang lebih kondusif, diharapkan para investor semakin percaya untuk menanamkan modalnya, sehingga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, melalui sinergi antara OPD terkait, TNI/Polri, kejaksaan, pengadilan, dan intelijen daerah.
“Operasi ini tidak hanya bersifat represif, tetapi juga berorientasi pada upaya pencegahan jangka panjang,” katanya.
Lily Setiadarma