Pengajuan Dispensasi Pernikahan Dini di Jabar Tinggi, Kang Ace: Saatnya Kembali ke Pendidikan di Keluarga

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, saat menjadi pemateri pada acara Sosialisasi Perlindungan Anak bersama Kemen PPPA di Takhasimaya Hotel Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jum’at (14/4/2023).

WartaParahyangan.com

BANDUNG BARAT – Di Jawa Barat angka pengajuan dispensasi pernikahan dini cukup tinggi. Fenomena tersebut telah menjadi tantangan tersendiri terutama bagi perempuan dan keluarga di masa depan. Karena itu pendidikan di keluarga dalam upaya mencegah pernikahan dini menjadi sangat penting.

Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, atau biasa disapa Kang Ace, saat menjadi pemateri pada acara Sosialisasi Perlindungan Anak bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) di Takhasimaya Hotel Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jum’at (14/4/2023).

“Pernikahan dini akan berdampak pada kesehatan jasmani, kesehatan sosial hingga psikologis anak-anak perempuan maupun laki-laki. Maka dari itu, upaya pencegahan pernikahan dini perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif yang diakibatkannya,” kata Kang Ace.

Menurut Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat itu, berdasarkan data yang dimilikinya, perkawinan usia anak di Jabar pada tahun 2020 mencapai 9.821 perkawinan.

“Pada tahun 2021, sebanyak 12 dari 100 anak atau 12 persen menikah dini atau di bawah 18 tahun,” sambung Kang Ace.

Jabar bahkan, kata dia, menempati urutan kedua tertinggi di Indonesia setelah Kalimantan Selatan.

“Pada tahun 2022, menurut catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, pengajuan dispensasi pernikahan dini sebanyak 8.607 orang, terdiri dari 4.297 perempuan dan 4.310 laki-laki,” papar Kang Ace.

Kecenderungan ini, sebut Kang Ace, sudah menjadi masalah serius dan menyebabkan persoalan kompleks terutama bagi anak-anak yang dilahirkan akibat pernikahan dini tersebut. Terlebih saat pandemi Covid-19 mewabah secara global beberapa waktu lalu.

Kang Ace yang memberikan pemaparan materi tentang ‘Urgensi Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak’ itu menggaris bawahi pentingnya kesadaran berbagai stakeholder mulai dari orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah supaya dapat mencegah kasus pernikahan dini itu. Salah satu solusinya adalah melalui pendidikan keluarga.

“Persiapan dalam membangun keluarga yang baik itu perlu perencanaan, karena menyangkut generasi yang akan datang,” sebutnya.

Kang Ace menjelaskan, masa 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak di masa berikutnya hingga dewasa.

Hadir dalam acara itu antara lain Asdep Perumusan Kebijakan Perlindungan Khusus Anak, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen KPPPA, Muhammad Ihsan, Ketua Pengajian Al-Hidayah Kabupaten Bandung Barat, Tati Sumiati dan Ketua Himpunan Wanita Karya (HWK) Bandung Barat, Nunung Purwasih serta Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Bandung Barat, Eka Maryati.

Dihadapan ratusan peserta dari anggota Pengajian Al-Hidayah, HWK dan KPPG Kabupaten Bandung Barat, Kang Ace menegaskan, ada beberapa dampak yang didapat dari anak-anak yang menikah di usia dini, salah satunya keluarga mengalami stigma buruk, terlebih jika pernikahan itu akibat pergaulan yang tidak diharapkan.

“Mereka yang menikah di usia dini juga terancam sekolah putus, ini kemudian berdampak pada masa depan anak tersebut. Termasuk berdampak pada anak-anak yang dilahirkannya kelak,” katanya.

Kang Ace dengan sangat menarik kemudian memberikan berbagai gambaran terkait pendidikan keluarga dalam perspektif Islam sejak dalam kandungan, yang dibutuhkan bagi pembangunan generasi bangsa, dimana hal itu akan sulit diperoleh bila pernikahan usia dini tak bisa dicegah.

“Karena itu pola pengasuhan anak itu bukan hanya pada saat dia telah lahir, tapi juga sejak di dalam perut. Itu adalah masa-masa yang menentukan bagi tumbuh kembang anak kita,” ujarnya.

Asep R. Rasyid