WartaParahyangan.com
BANDUNG – Penggiat Lingkungan Jawa Barat, Eyang Memet, menyampaikan apresiasinya yang tinggi atas langkah Bupati Bandung Dadang Supriatna yang menertibkan penggunaan lahan oleh pengusaha yang ditenggarai melakukan alihfungsi lahan yang bisa mengakibatkan terganggunya lingkungan hidup.
Hal itu disampaikan Eyang Memet, yang juga sebagai Ketua Yayasan Panata Giri Raharja Kabupaten Bandung, menyusul inspeksi mendadak (sidak) Bupati Bandung Dadang Supriatna bersama Forkopimda dan jajaran Satgas Pengendalian Penataan Ruang, Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Perizinan Berusaha (Satgas PPR-PBG-PB) Kabupaten Bandung ke sejumlah tempat wisata yang belum memiliki perijinan.
Sidak di hari pertama mulai bergeraknya Satgas PPR-PBG-PB pada Kamis (30/1/2025) itu, Bupati menemukan adanya alihfungsi lahan yang dilakukan pengelola tempat wisata, seperti lahan hutan dan areal sawah yang dilindungi yang dijadikan bangunan vila.
“Pergerakan Bupati Bandung tersebut layak diacungi jempol, dan kita apresiasinya, walaupun ada beberapa hal yang harus kita bahas lebih lanjut agar apa yang menjadi keinginan Pak Bupati itu dapat terrealisasi,” ujar Eyang Memet kepada wartaparahyangan.com di Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jumat (31/1/2025).
Eyang Memet mencontohkan saat Bupati Bandung sidak ke tempat wisata Nimo Jungle Hotspring di Kecamatan Rancabali, dimana Bupati menemukan adanya alihfungsi lahan.
“Ada hal-hal yang menurut saya yang bergerak di bidang lingkungan perlu mendapat perhatian serius, dan bagi saya ini sangat prinsip, bagaimana di sana terjadi ahlifungsi lahan dan terjadinya penebangan pepohonan di kawasan hutan,” katanya.
“Kita juga tidak paham Nimo itu seperti apa dan bagaimana ke depannya, bagaimana membangun tempat wisata yang berkeadilan dengan sumber daya air, sehingga tidak mengganggu sumber daya air yang dimanfaatkan oleh para pihak yang berada di bawah lahan yang dikelola Nimo,” sambung Eyang Memet.
Menurut Eyang Memet, ada harapan dari masyarakat kecil khususnya dari para penggiat lingkungan agar Bupati Bandung tetap berdiri tegak dan konsisten dengan langkahnya tersebut. Terutama yang tidak kalah pentingnya adalah perizinan yang dikeluarkan tidak mengganggu kaidah-kaidah konservasi.
“Saya juga setuju, langkah Satgas PPR-PBG-PB saat ini, seperti disampaikan Pak Sekda Kabupaten Bandung, lebih ke sosialisasi dulu, atau pendekatan persuasif kepada para pengusaha. Karena di lapangan, saya juga menemukan ada sejumlah pengusaha yang membuka lahan untuk pariwisata dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah konservasi, bahkan yang bersangkutan juga taat membayar pajak dan retribusi, tapi proses perizinannya belum selesai,” ungkapnya.
Intinya, kata Eyang Memet, Pemerintah Kabupaten Bandung juga diharapkan memiliki keberpihakan dan melindungi para pengusaha lokal yang mengembangkan potensi wisata di wilayah Pacira (Pasirjambu, Ciwidey, Rancabali) dan umumnya di wilayah Kabupaten Bandung, sepanjang mereka juga menjaga lingkungan.
Lily Setiadarma