Penyebab Turunnya PAD Kabupaten Bandung Karena Masih Banyak Potensi Belum Tergali

Wakil  Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Hen Hen Asep Suhendar (peci merah) saat berdialog dengan konstituen pada masa rese DPRD, belum lama ini.

WARTAPARAHYANGAN.COM

BANDUNG – Wakil  Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Hen Hen Asep Suhendar menegaskan, turunnya pendapatan asli daerah (PAD) pada APBD 2020 bukan saja karena pandemi covid 19, tetapi diakibatkan banyaknya potensi yang belum tergali.

Wakil  Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Hen Hen Asep Suhendar

“Turunnya pendapatan itu, selain akibat sendi – sendi ekonominya terdampak Covid 19, tetapi juga disebabkan banyaknya potensi yang belum tergali,” ujar Hen Hen  kepada wartawan usai memimpin Sidang Paripurna Laporan Kererangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Bandung, di Soreang  Rabu (31/3).

Menurutnya, sektor parkir dan pajak restoran kontribusinya ke Pendapatan Asli Daerah ( PAD) belum maksimal. Selain itu sektor wisata di beberapa wilayah di Kabupaten Bandung, seperti di Ciwidey banyak potensinya yang belum tergali secara maksimal.

Dia menjelaskan, untuk parkir selama ini sudah menjadi rahasia umum jika hasilnya bocor di jalan. Jadi ungkapnya, sudah saatnya.ada penerapan tapping pajak yang terintegrasi langsung dengan opd terkait.

” Saat reses anggota dewan banyak masukan kondisi di lapangan, terutama soal pajak dan parkir Itu akan kita gali saat pembahasan di Panitia khusus (Pansus) LKPJ nanti, dengan sampling dari beberapa daerah,” imbuhnya.

Disinggung terkait angka pengangguran di Kab. Bandung , menurut Hen hen  masalah pengangguran juga jadi perhatian PDI Perjuangan. Hal ini aspirasi yang diterima semua anggota dewan saat reses.

Untuk itu kata  Hen Hen, pihaknya akan membahas dengan dinas terkait untuk mencari solusi terbaik dalam menggulangi masalah pengangguran ini. Jadi solusinya seperti apa, agar masyarakat bisa kembali bangkit dan yang pasti ekonomi kerakyatan yang harus diutamakan

Jadi ujar Politisi PDI Perjuangan ini, dalam LKPJ yang jadi catatan, adanya penguatan dan percepatan ekonomi kerakyatan yang terpuruk akibat pandemi. Sayangnya, dalam raperda ekonomi mikro ada yang belum selaras dengan Undang – undang cipta kerja. Diantaranya resiko rendah, memangah dan tinggi.

Untuk mempermudah masyarakat, seharusnya yang resiko menengah dan rendah itu tidak memerlukan ijin, tapi dalam raperda masih ada diharuskan ada ijin -ijin tertentu. “Nah itu akan kita perdalam saat di pembahasannya di Pansus nanti,” katanya

Lily Setiadarma