WartaParahyangan.com
JAKARTA – Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pejabat eselon I Kementerian Agama (Kemenag). Dalam RDP tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily menyoroti tentang keadilan anggaran pendidikan untuk Kemenag.
Kang Ace, sapaan akrab Tubagus Ace Hasan Syadzily menilai, besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Hal yang sangat penting adalah soal itu. Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace.
Pria yang juga menjabat Ketua DPD Partai Golkar Jabar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional.
Dari penjelasan Plt. Dirjen Pendis Kemenag Prof Abu Rokhman, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain. “Apakah PIP, KIP, sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu keseteraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Caleg terpilih dari Dapil Jabar 2 (Kabupaten Bandung-Bandung Barat) ini mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Kang Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
Selain menyoroti soal keadilan anggaran, Kang Ace juga menyinggung soal program Kemenag ke depan terkait perwujudan pelaksanaan visi-misi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto. Program Kemenag tentu harus menggambarkan apa yang menjadi janji pemerintahan yang akan datang.
“Kalau saya baca sekilas, penjelasan yang disampaikan pejabat eselon I Kemenag, tetap saja bicara tentang toleransi beragama, peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan keagamaan, moderasi beragama masih jadi isu diangkat dalam pemerintahan yang akan datang,” tutur dia.
“Pertanyaan pokok saya, apakah Sekjen dan pejabat eselon I Kemenag sudah membahas RPJP 2025 dengan Kemenkeu dan Bappenas untuk menyinkronkan dengan visi-misi Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran atau belum?” ucap Kang Ace.
Menurut Kang Ace, hal itu penting agar Kemenag bisa langsung take off dan tidak kesulitan fiskal saat 2025. Kalau tidak, Kemenag akan kesulitan untuk mencapai apa yang menjadi visi-misi presiden terpilih.
“Sebagai birokrat, tentu (Kemenag) harus mengikuti kemauan politik yang tercermin dari program-program,” ujar dia.
Asep R. Rasyid