Oleh: Idat Mustari*
ALLAH SWT selain menciptakan manusia, malaikat, jin juga menciptakan binatang. Mahluk-Nya yang punya nafsu dan insting tapi tak berakal. Karena itu di alam binatang tak ada keadilan, kejujuran, kerendahhatian, melainkan keserakahan, ketidakadilan, ketidak jujuran. Sifat-sifat binatang seperti ini seringkali dinisbatkan oleh manusia ke manusia lainnya, seperti monyet, anjing, babi.
Orang pasti marah jika dipanggil anjing, monyet, babi oleh siapapun, meskipun kadang ketika marah memanggil yang lain dengan sebutan yang sama. Memang, manusia seringkali suka tidak sadar, tak mau diperlakukan buruk sama orang lain, tapi dirinya merasa biasa-biasa saja ketika memperlakukan buruk kepada orang lain.
Jalaludin Rumi berkata,” Seekor gajah dibimbing menuju sumber mata air untuk minum. Ketika gajah dibimbing menuju sumber mata air untuk minum. Ketika gajah itu melihat bayangan dirinya di permukaan air, ia berlari menjauh. Gajah itu mengira bahwa ia berlari karena ada gajah lain yang datang. Padahal sesungguhnya, ia menghindari dirinya sendiri.
Ketika sifat buruk seperti kezaliman, kebencian, kecemburuan, ketamakan, keras hati, dan kesombongan ada dalam dirimu, kamu tidak merasa sakit karenanya. Tapi ketika kamu melihat ada pada diri orang lain, maka kau akan menghindari dan merasa sakit karenanya.
Seseorang tidak akan terganggu ketika ia terkena kudis atau bisul. Ia akan mencelupkan tangannya yang terkena penyakit itu ke dalam sup, lalu menjilati jemarinya tanpa merasa jijik sama sekali. Namun ketika ia melihat bekas bisul atau sedikit luka gores di tangan orang lain. Ia menghindari makanan itu dan tidak mau mencicipinya.”
Kita seringkali seperti gajah yang dikatakan Rumi. Kita tidak senang pada orang yang memiliki sifat buruk seperti binatang. Kita tidak suka sama orang yang zalim, serakah, dan sifat buruk lainnya. Namun tak sadar bahwa sifat itu ada dalam diri kita. Banyak orang suka memberikan penilaian terhadap orang lain tetapi tidak dapat memberi penilaian pada diri sendiri.
Memang memberikan penilaian terhadap kesalahan orang lain itu lebih mudah dari pada menyadari kesalahan yang dibuat oleh diri sendiri. Ada peribahasa yang cukup popular dengan kata gajah seperti yang disampaikan oleh Jalaludin Rumi, yakni “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.”
Oh iyah, ternyata gajah yang dimaksud Rumi itu adalah aku… mungkin juga dirimu…
Wallahu ‘alam.
Semoga bermanfaat
*Penulis seorang Al Faqir