Sekilas Program Bimbingan dan Konseling di SMPN 1 Ciwidey, Aktif Sosialisasikan Pencegahan Perundungan

Koordinator BK SMPN 1 Ciwidey Resti Delfia (mengenakan kerudung ungu) didampingi guru kelas Wiwin Kuraesin (kerudung putih) saat menerima kunjungan dari Satgas PPA Kecamatan Ciwidey di Ruang BK SMPN 1 Ciwidey, Kamis (29/2/2024). Foto Lily Setiadarma

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Sekalipun memang upaya pencegahan terjadinya perundungan atau bullying terhadap anak bukan satu-satunya tugas guru Bimbingan dan Konseling (BK), tapi bagi BK SMPN 1 Ciwidey, Kabupaten Bandung, tetap menganggap penting sosialisasi pencegahan perundungan.

“Secara umum, program BK di SMPN 1 Ciwidey menyangkut dua hal, yakni PACE (Personal Advancement and Career Enhauncement) dan Kespro (Kesehatan Reproduksi),” ujar Koordinator BK SMPN 1 Ciwidey, Resti Delfia, S.Pd., kepada Wartaparahyangan.com di SMPN 1 Ciwidey, Kamis (29/2/2024).

Yang pertama, PACE, merupakan program peningkatan kapasitas diri dan karir siswa. Sedangkan materi programnya antara lain mengenal diri, mengenal lingkungan, gender, kekerasan gender, relasi kuasa, komunikasi asertif, dan perjalanan cita-cita.

Yang kedua, lanjut Resti, Kespro dengan muatan program antara lain mempelajari konsep dasar kespro remaja, mengenal diri dan hubungan dengan orang lain, pertumbuhan dan perkembangan, masalah kespro, gender dan pencegahan kekerasan, serta peran teknologi informasi dan komunikasi dalam kespro.

“Sedangkan yang diprogramkan oleh BK untuk menangani kasus bullying sebagai tindakan preventif atau tindakan pencegahan, itu sudah masuk dalam program Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) mengenai anti perundungan. Namun begitu, kami memang harus lebih intensif mensosialisasikan pencegahan perundungan ini,” ungkap Resti.

Menurut Resti, tindakan bullying itu tidak melulu terhadap fisik seseorang, tapi lebih banyak tindakan bullying itu mengarah ke verbal. Kalau verbal itu justru bisa dilakukan bukan hanya kepada anak, tetapi bisa juga kepada orangtua dan guru.

“Tapi sekarang yang disorot itu, kasus bullying secara fisik, yang orientasinya lebih ke fisik. Tindakan BK sendiri, kalau misalnya sudah terjadi, artinya untuk tindakan kuratif, tindakan yang sudah terjadi itu lebih ke konseling anaknya. Dikonseling individual, dan ditanya. Karena pasti akan ada sesuatu yang melatarbelakangi perilaku dia seperti itu,” tuturnya.

Selama ini, kata Resti, pihak sekolah secara khusus telah beberapa kali mensosialisasikan pencegahan perundungan, dengan tujuan agar para siswa memahami apa itu perundungan dan jenis-jenis perundungan, kemudian apa yang harus dilakukan ketika mereka itu mengalami perundungan, baik secara verbal, emosional maupun secara fisik.

Kalau perundungannya secara fisik, lanjut Resti, indikatornya mudah dilihat, sehingga penanganannya pun relatif mudah. Sedangkan bila perundungannya terjadi secara verbal, untuk mengetahuinya bisa dengan menampung cerita-cerita siswa atau teman yang bersangkutan.

“Kalau di BK, itu namanya katarsis. Ketika siswa katarsis, mengungkapkan apa yang terjadi pada dia, ga enak sama temennya, ga enak sama guru, ga enak sama yang lainnya. Karena obrolannya, itu bisa kita jadikan sebagai indikator,” jelasnya.

Resti juga menjelaskan, BK SMPN 1 Ciwidey menghadapi sejumlah kendala, seperti jumlah guru BK yang hanya 4 orang, sementara jumlah siswa mencapai 1.1128 orang. Idealnya 150 siswa 1 guru BK.

Selain itu, kata Resti, tidak ada jam masuk kelas untuk bimbingan klasikal, sehingga bimbingan klasikal yang dilakukan guru BK itu lebih sering pinjam jam guru mapel lain atau masuk di jam kosong. Akibatnya, materi BK yang termuat dalam RPL, tidak tersampaikan semua.

“Kami berharap, guru BK-nya ditambah, dan disediakan jam bimbingan klasikal. Selain itu, kami guru BK juga agaknya perlu bersama-sama membuat modul ajar bimbingan konseling yang terintegrasi dengan anti perundungan dan kespro,” kata Resti.

Sebab, katanya lagi, kalau melihat dari kasus-kasus yang terjadi, kespro itu tidak melulu berhubungan dengan alat reproduksi siswa, atau bagaimana siswa menjaga kesehatan alat reproduksi, tapi lebih kepada bagaimana siswa menjaga kesehatan mentalnya.

Resti juga mengungkapkan, pihaknya akan meningkatkan koordinasi dengan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kecamatan Ciwidey. Apalagi selama ini Satgas PPA Kecamatan Ciwidey sudah beberapa kali mensosialisasikan upaya pencegahan perundungan dan kesehatan reproduksi.

“Kami ingin nanti PPA juga mensosialisasikan perundungan ini kepada para guru, agar guru juga paham apakah ketika guru bertindak atau menindak siswa karena ia melakukan suatu kesalahan misalnya, termasuk perundungan atau bukan? Itu tentu penting bagi para guru,” kata Resti.

Sementara itu, anggota Satgas PPA Kecamatan Ciwidey, Siti Patimah, yang saat itu sedang melakukan kunjungan ke SMPN 1 Ciwidey, mengatakan bahwa PPA Ciwidey sudah menjalin kerja sama dengan SMPN 1 Ciwidey dan sudah beberapa kali memberikan sosialisasi pencegahan perundungan dan kesehatan reproduksi kepada para siswanya.

“Tadi ada usulan dari BK agar nanti ada sosialisasi tentang perundungan kepada para guru di SMP ini, insyaAllah akan kita bicarakan dengan kepala UPTD, mudah-mudahan hal itu bisa segera dilaksanakan,” katanya.

Lily Setiadarma