WARTAPARAHYANGAN.COM
BANDUNG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) menyatakan para pengrajin tahu dan tempe di Kabupaten Bandung, rata-rata menggunakan kedelai impor, sehingga ketika suplainya kurang maka harganya pasti akan naik.
“Sekarang 9 ribu rupiah perkilo dari harga sebelumnya 6.500. Pasti mereka kesulitan untuk produksi,” ujar Marlan, Plt. Kadis Perindag saat dihubungi via telepon, Minggu (3/1).
ARTIKEL TERKAIT:
Kedelai Mahal, Pengrajin Minta Harga Tahu Tempe Naik
Menurut Marlan, para petani kurang tertarik dengan kedelai. Jadi, petani di Kabupaten Bandung agak sulit kalau diminta untuk menanam kedelai. Katanya, jika menaman kedelai maka dalam satu hektar hanya akan menghasilkan beberapa ton saja. Pola tanam tersebut berbeda dengan menanam padi.
“Makanya kedelai kita setiap tahun impor terus, produksi dalam negerinya sedikit. Jadi untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya pasti harus impor terus,” tutur Marlan.
“Kalau di Jawa Tengah disubsidi oleh pemerintah, supaya petaninya mau tanam kedelai. Di kita juga ada harus ada kebijakan seperti itu,” sambungnya.
Tahu dan tempe adalah kebutuhan setiap hari masyarakat. Karena itu Marlan mengaku setuju atas keinginan para pengrajin tahu tempe, yaitu salah satu solusi untuk membantu pengrajin dalam menghadapi kenaikan harga kedelai, adalah dengan menaikan harga tahu dan tempenya. Namun harus dipikirkan juga konsumennya, apakah mau atau tidak?
“Nah ini yang kayanya jadi kesulitan juga dari pengusaha tahu dan tempe, takutnya kalau harga dinaikan jadi tidak laku. Selain itu, solusinya adalah dengan memproduksi tahu dan tempe di lokalan, tidak hanya mengandalkan impor saja,” ungkap Marlan.
Pihaknya akan terlebih dahulu melihat langkah pemerintah daerah dalam menyikapi kenaikan harga kedelai ini. Dirinya khawatir jika fenomena ini hanya bersifat sementara.
“Takutnya kan ini hanya sebatas sementara, nanti turun lagi. Kita akan melihat saja seperti apa, kalau memang harus ada kebijakan, ya kita lihat kebijakan dari pusat juga seperti apa,” pungkas Marlan.
Lily Setiadarma