Di Kabupaten Bandung Dugaan Pungli Berkedok Pembelian Seragam dan Atribut Sekolah Mulai Muncul Paska PPDB

Tampak di papan tulis tawaran harga dan rincian biaya perlengkapan seragam di SDN Rancaekek 2, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Kasus dugaan pungutan liar (pungli) berkedok pembelian seragam dan atribut sekolah mulai menjadi perbincangan hangat di Kabupaten Bandung.

Kejadian tersebut mencuat setelah sejumlah sekolah yang baru saja menyelesaikan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mewajibkan siswa baru untuk membeli pakaian seragam dengan harga yang bervariasi di setiap sekolah.

Contohnya di SDN Rancaekek 2, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Sejumlah orang tua mengeluhkan besarnya biaya yang harus mereka keluarkan untuk pembelian seragam dan sampul rapor yang mencapai Rp450 ribu.

“Saya keberatan dengan adanya biaya untuk pembelian seragam dan sampul rapor yang mencapai Rp 450 ribu,” kata seorang orang tua siswa yang meminta identitasnya dirahasiakan, Senin (15/7/2024).

Menurut orang tua siswa kelas 1 SDN Rancaekek 2 yang identitasnya enggan disebutkan itu, pihak sekolah seakan memanfaatkan kesempatan dalam penerimaan siswa baru dengan menjual seragam dan tidak transparan dalam memberikan informasi tentang pungutan tersebut.

Rincian biaya perlengkapan seragam di SDN Rancaekek 2, antara lain, kaos olahraga Rp125 ribu, batik Rp100 ribu, pangsi/kebaya Rp125 ribu, atribut 2 helai Rp50 ribu, dan sampul rapor Rp50 ribu, total mencapai Rp450 ribu.

Hal itu dirasa sangat memberatkan para orang tua murid. Terlebih, tidak ada sosialisasi sebelumnya dan informasi tersebut hanya diketahui dari papan pengumuman sekolah.

Sebanyak 72 orang siswa baru dan banyak orang tua serta wali murid merasa keberatan. Selain informasi dari sekolah yang tidak jelas, harga yang dipatok untuk tiga pasang seragam juga dirasa sangat memberatkan. “Terlebih kami ini menyekolahkan bukan hanya di SD saja,” tambahnya.

Para orang tua murid meminta kepada Bupati Bandung dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung untuk turun ke lapangan melihat kebijakan yang dilakukan pihak sekolah yang sangat memberatkan para orang tua. Terlebih lagi, sekolah ini berstatus sebagai SD negeri.

Menanggapi isu tersebut, Kepala Seksi SD Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Amim Meriatna Subhan, menyatakan bahwa pihak sekolah sebagai penyelenggara pendidikan tidak boleh melakukan pungutan dengan dalih apapun.

“Atas isu tersebut kami akan menyelidiki dulu kebenarannya,” ujarnya.

Kasus dugaan pungli ini menggambarkan adanya masalah serius dalam sistem pendidikan di Kabupaten Bandung. Para orang tua berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan untuk memastikan tidak ada lagi pungutan liar yang membebani mereka.

Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan dan memastikan pendidikan yang adil dan merata bagi semua siswa.

Dalam konteks ini, transparansi dan komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua sangat diperlukan. Pihak sekolah harus memberikan informasi yang jelas dan rinci mengenai biaya yang dibutuhkan, serta memastikan bahwa semua kebijakan telah disosialisasikan dengan baik kepada seluruh orang tua murid.

Selain itu, pihak berwenang perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik-praktik semacam ini di sekolah-sekolah.

Hal ini untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan benar-benar bebas dari pungutan liar dan tidak memberatkan orang tua murid. Hanya dengan demikian, kualitas pendidikan di Kabupaten Bandung dapat terjaga dan meningkat.

Lily Setiadarma