WartaParahyangan.com
LOMBOK BARAT – Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) harus terus didorong untuk melakukan perbaikan berbagai sistem pelayanan haji dan umroh, sehingga ekosistem haji dan umroh bisa benar-benar memberikan jaminan kenyamanan dan kualitas bagi para jamaah.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, saat menjadi narasumber pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Tahun 1445 H/2023 di Ballroom Hotel Merumatta, Jl. Pantai Senggigi, Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (4/8/2023).
“Sebagai penyambung lidah rakyat, Komisi VIII telah memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan terhadap pelayanan haji dan umroh selama ini. Termasuk menyusun dan menyempurnakan berbagai regulasi yang ada di dalamnya,” kata Tubagus Ace atau biasa disapa Kang Ace ini.
Disebutkan Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat itu, ada tiga peran DPR terkait haji dan umroh tersebut, antara lain menyangkut aspek regulasi, penganggaran dan pengawasan.
“Secara garis besar kita sudah memiliki undang-undang (UU) yang mengatur ekosistem penyelenggaraan haji dan umroh ini. DPR bahkan sudah mengatur melalui payung hukum yang ada secara lebih spesifik, bukan hanya soal haji tapi juga terkait umroh,” papar Kang Ace dihadapan Ketua umum AMPHURI, H. Firman M. Nur, M.Sc dan Sekjen H. M. Farid Aljawi, SE.
Beberapa regulasi itu, kata dia, di antaranya regulasi penyelenggaraan haji dan umrah serta pengelolaan keuangan haji, seperti UU No. 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) serta UU No. 34 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Haji (UU PKH)
Kang Ace kemudian memaparkan beberapa persoalan penyelenggaraan haji sebelumnya yang harus segera di perbaiki ke depan. Pertama, pihak mashariq tidak memenuhi komitmen pada beberapa komponen masyair selama di Arafah, Muzdalifah dan Mina.
“Yang paling utama soal kapasitas tenda dan kamar mandi yang tidak sesuai dengan jumlah jamaah haji Indonesia. Timwas Haji banyak menemukan para jamaah yang tidak tertampung dalam tenda di Mina,” ujarnya.
Kang Ace juga sempat melihat kapasitas kamar mandi yang masih jauh dari kebutuhan para jamaah haji Indonesia. Ditambah manajemen penempatan jamaah saat kedatangan yang sangat amburadul dan acak-acakan hingga ditemukan banyak di antara jamaah rebutan tenda.
“Kedua, keterlambatan makanan selama di Mina bagi jamaah. Banyak jamaah yang belum mendapatkan konsumsi di saat mereka membutuhkan makanan di tengah suasana kecapekan dan letih. Manajemen distribusi makanan juga masih perlu diperbaiki ke depan,” papar Kang Ace.
Ketiga, kata dia, kamar mandi di tenda Mina dan Arafah yang masih sangat terbatas dan jauh dari kapasitas jumlah jamaah. Antrean panjang terlihat dalam penggunaan toilet.
“Seharusnya diperhatikan jumlah toilet yang lebih banyak untuk perempuan karena jumlah jemaah haji Indonesia lebih banyak perempuannya,” sambung Kang Ace.
Kemudian keempat, manajemen transportasi jamaah yang bergerak selama Armuzna tidak terkelola dengan baik. Kasus bus Taraddudi yang membawa jamaah dari Muzdalifah misalnya menjadi salah satu kesalahan fatal dari manajemen pergerakan jamaah yang tidak disiapkan mitigasinya.
“Padahal Timwas Haji DPR RI sudah mengingatkan pada saat rapat persiapan Armuzna,” jelasnya.
Kelima, sebut Kang Ace, beberapa fasilitas bagi lansia yang kami sarankan seperti kursi roda dan golf car masih belum optimal.
“Beberapa permasalahan itu harus diperbaiki ke depan. Pengelolaan daftar tunggu juga harus menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya.
Problematika Haji ke Depan
Kang Ace juga mengingatkan berbagai problematika penyelenggaraan haji ke depan yang perlu diantisipasi seperti terkait digitalisasi. Munculnya semacam aplikasi Gokar, Gojek dan aplikasi transportasi lainnya bisa juga terjadi pada penyelenggaran haji di masa depan.
“Alhamdulillah kini sudah ada MoU antara Indonesia dan Arab Saudi terkait penyedia pelayanan haji dan umroh berbasis digital. Hal ini untuk mengantisipasi adanya disrupsi digital dalam tata kelola bisnis haji dan umroh,” kata Kang Ace seraya menegaskan bahwa proteksi negara terhadap masalah ini perlu dilakukan.
Terkait daftar tunggu haji, Kang Ace berharap bisa menjadi perhatian bersama sehingga setiap problem yang muncul bisa diantisipasi oleh regulasi yang ada.
“Pertambahan 8.000 kuota haji yang tiba-tiba sempat mengundang terjadinya perdebatan khusus. Tak mungkin semuanya diberikan kepada haji khusus, kecuali ada kesepakatan politik antara DPR dan pemerintah. Persoalan ini terus terang hingga kini masih abu-abu,” papar Kang Ace.
Dijelaskan Kang Ace, dengan frekuensi waktu daftar tunggu yang berbeda-beda di tiap daerah, Indonesia termasuk negara dengan daftar tunggu terbesar.
“Seperti kita ketahui mereka yang berangkat haji itu ada yang masuk katagori haji reguler, haji khusus dan haji furoda atau mujamalah. Semuanya tetap harus mendapatkan perlindungan memadai dari pemerintah,” jelasnya.
“Terpenting bagi kami adalah aspek perlindungannya terhadap jamaah. Misalnya jika ada jamaah yang tidak terregistrasi di pemerintah ketika ada masalah maka pemerintah tetap harus melindungi mereka,” sambung Kang Ace dalam acara yang dipandu Richan Mudzakkar, owner sekaligus CEO Arminareka Perdana yang juga tercatat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP AMPHURI itu.
Hadir sebagai narasumber lainnya, Prof. Hilman Latief, M.A., Ph.D., Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. Kemudian Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Silmy Karim, serta Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) AMPHURI, Firman M. Nur.
“Kita telah mengingatkan harus ada evaluasi menyeluruh terkait penyelenggaraan haji dan umroh ini. Karena itu Kemenag tentu perlu segera menyampaikan laporan penyelenggaraan haji tahun 2023 ini untuk bisa didalami lebih lanjut,” tutupnya.
Asep R. Rasyid