Tanahnya Hibah dari Warga, Jalan Usaha Tani di Desa Cisondari Dibangun dengan Dana Desa dan Swadaya Masyarakat

Jalan usaha tani di Kampung Gambung Pangkalan, Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat.

WartaParahyangan.com

BANDUNG – Pembangunan jalan usaha tani di lingkungan RW 12 Kampung Gambung Pangkalan, Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, dituding telah merugikan pemilik lahan, karena lebar jalan tersebut sebagian menggunakan tanah orang lain.

Akibatnya, pemilik lahan membuat patok dan pagar pembatas dari bambu. Bahkan muncul pula tudingan bahwa jalan usaha tani itu dibangun dengan menggunakan Dana Desa (DD), sehingga pemerintah desa setempat dituding gegabah mengingat ada sebagian jalan yang berada di lahan warga.

Masalahnya bermula ketika Iwan Suwanagiri, ST., M.Sc., warga setempat menghibahkan tanahnya untuk kepentingan masyarakat, yakni untuk jalan usaha tani menuju perbatasan hutan tempat perhutanan sosial di Desa Cisondari. Perhutanan sosial ini digarap oleh sekitar 300 warga Kampung Gambung Pangkalan.

Hibah lahan sepanjang 300 m dengan lebar 2 meter itu diberikan Iwan pada 2019 kepada Pemdes Cisondari. Lahannya sendiri saat itu masih berupa kebun.

Dari lahan untuk jalan sepanjang 300 meter itu, sebagian atau sepanjang 200 meter telah diperkeras atau betonisasi olah Kades Cisondari Dudi Wiwaha, dan sisanya dibangun oleh masyarakat, tepatnya dibuka menjadi jalan baru oleh masyarakat setempat.

Sekretaris Kecamatan Pasirjambu Dani Ramdani saat menunjukkan patok/batas yang dibuat pemilik tanah di ruas jalan usaha tani di Kampung Gambung, Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu.

Yang menjadi masalah, jalan yang dibangun masyarakat tersebut, yang panjangnya 100 meter, lebar jalannya itu lebih dari 2 meter, yakni menjadi 3 meter, padahal hibah dari Iwan, lebarnya hany 2 meter. Ini terjadi karena miskomunikasi antara Iwan dan masyarakat yang membuat jalan tersebut.

Menurut Kades Cisondari Dudi Wiwaha, sebetulnya ruas jalan usaha tani sepanjang 300 meter itu tidak seluruhnya dibangun dengan menggunakan DD.

“Jalan usaha tani yang dibangun dengan betonisasi dan dibiayai DD Tahap 1 tahun 2023, baru sepanjang 200 meter, lebar 2 meter dan ketebalan 10 cm, atau kalau dihitung volume menjadi 40 m3. Biayanya kurang lebih Rp 73.529.000. Ini tidak ada masalah. Karena dikerjakan sesuai juklak dan juknisnya,” ungkap Dudi kepada Wartaparahyangan.com, Rabu (31/1/2023).

Sedangkan ruas jalan sepanjang sekitar 100 meter yang dibuka oleh masyarakat, lanjut Dudi, sama sekali tidak menggunakan DD. “Jalan tersebut dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Makanya badan jalannya pun masih berupa tanah atau jalan setapak. Karena masyarakat berpikir, yang penting bisa menjadi akses menuju perhutanan sosial tempat mereka berkebun,” jelas Dudi.

Saat membuka lahan kebun untuk jalan tersebut, kata Dudi, rupanya masyarakat tidak tahu bahwa lebarnya hanya 2 meter, tapi masyarakat membuatnya menjadi 3 meter,” katanya.

Itulah yang kemudian memunculkan tudingan bahwa pembangunan ruas jalan tersebut merugikan pemilik lahan, sehingga Camat Pasirjambu Nia Kania, S.PT., M.I.L., didampingi Sekretaris Kecamatan Pasirjambu Dani Ramdani dan Kades Cisondari turun ke lokasi jalan usaha tani tersebut, Selasa (30/1/2024).

Camat Pasirjambu Nia Kania, didampingi Sekretaris Kecamatan Dani Ramdani dan Kades Cisondari Dudi Wiwaha saat meninjau jalan usaha tani di Kampung Gambung Pangkalan RW 12, Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Selasa (30/1/2024).

Terpisah, Camat Pasirjambu melalui Sekretaris Kecamatan Pasirjambu Dani Ramdani, ketika dihubungi melalui telepon selularnya menjelaskan, pihaknya meninjau lokasi jalan usaha tani tersebut terutama untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan DD sebagaimana informasi awal yang didengarnya.

“Dari lapangan dan penjelasan Kades, ternyata ruas jalan yang dibangun dengan DD itu hanya sebagian, yakni sepanjang 200 meter. Sebagian lagi dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Mungkin karena masyarakat tidak tahu, mereka membuka akses jalan itu dengan lebar 3 meter, sehingga pemilih lahan atau pihak yang menghibahkan lahannya, merasa keberatan,” tuturnya.

Pemilik lahan, Iwan, tampaknya juga tidak ngotot. Tapi ia menginginkan solusi atas permasalahan tersebut.

“Dari Kades Cisondari diperoleh kabar bahwa solusinya mungkin kelebihan tanah yang digunakan untuk membuka jalan tersebut dibeli oleh pemerintah desa atau dibeli secara swadaya oleh masyarakat. Kami pun menyerahkan sepenuhnya kepada Pemdes Cisondari. Bagi kami, yang penting tak ada pihak yang dirugikan, serta jalan untuk akses masyarakat ke lahan perhutanan sosial tetap ada,” jelas Dani.

Dia menambahkan, ke depan kalau ada pembangunan jalan desa atau lainnya yang tanahnya hibah dari masyarakat, sebaiknya dibuat perjanjian tertulis apakah itu didanai anggaran desa atau dari swadaya masyarakat, ini demi tertib administrasinya.

Lily Setiadarma