Bupati Cianjur Berharap Kemasyhuran Mama Gentur Jadi Spirit Menimba Ilmu

Plt. Bupati Cianjur Herman Suherman (kiri) berbincang-bincang dengan KH. Enang Muslihudin seputar kemasyhuran Mama Gentur sebelum mengikuti haol ke-74 Mama Gentur, Rabu (5/2).

WartaParahyangan.com

CIANJUR – Kendati telah wafat sejak 74 tahun lalu, tapi namanya kemasyhur kemana-mana hingga kini. Itulah KH. As-Syaikh Achmad Syathibi Al-Qonturi, atau yang lebih dikenal sebagai Mama Gentur.

“Saya bangga Cianjur mempunyai ulama besar seperti Mama Gentur. Namanya sangat masyhur kemana-mana,” kata Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Cianjur, H. Herman Suherman, saat hadir dalam acara Haol Mama Gentur ke-74 di Kampung Gentur, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Rabu (5/2).

Dalam kegiatan yang dihadiri ribuan umat Islam dari berbagai daerah baik dari dalam maupun luar Kabupaten Cianjur bahkan dari luar Jawa Barat itu Herman didampingi pejabat Unsur Muspika dan Ketua MUI Kecamatan Warungkondang.

Herman menyebutkan, buah karya Mama Gentur sangat banyak bahkan sampai menyebar ke luar negeri. “Itu adalah semata-mata pancaran sebuah akhlak yang mulia dari beliau,” katanya.

Menurut Herman, para pemuda hendaknya dapat menjadikan Mama Gentur sebagai teladan dalam kehidupan sehari-hari, serta sebagai spirit dan inspirasi dalam berilmu dan berkarya. “Walaupun sudah lama meninggal dunia, namun kharismanya masih tetap menggaung kemana-mana,” kata Herman.

Sementara itu, Ketua MUI Kecamatan Warungkondang yang juga pimpinan Majlis Taklim Al Gonthur, KH. Enang Muslihudin, sekilas memaparkan sejarah Mama Gentur, yang nama masyhurnya sekarang adalah Al-‘alim Al-‘allamah Syaikh Ahmad Syathibi.

“Mama Gentur diperkirakan lahir sekitar tanggal 12-18, tanpa diketahui secara pasti bulan dan tahunnya, di Kampung Gentur, Warungkondang. Beliau anak ketiga dari empat bersaudara buah hati pasangan Mama Hajji Muhammad Sa’id dan Ibu Hajjah Siti Khodijah,” ungkap Kiai Enang Muslihudin.

Semasa hidupnya, Mama Gentur mengarang sekitar 80 kitab berbahasa Arab dan Sunda, di antaranya (dalam ilmu fiqih)‎ Sirojul Munir, Tahdidul ‘Ainain, dan Nadzom Sulamut Taufiq. Sedangkan karangannya dalam ilmu bayan, antara lain kitab Nadzom Muqadimah Samarqandiyah, Fathiyah, dan Nadzom Dahlaniyah.

“Selain itu, beliau juga menulis kitab Nadzom ‘Addudiyah (dalam ilmu munadzoroh), Nadzom Ajurumiyah (dalam ilmu nahwu), dan Muntijatu Lathif (dalam ilmu shorof),” kata Kiai Muslihudin.

Sebagian hasil karya Mama Gentur, khususnya dalam ilmu bayan, ada yang menyebar sampai ke Tanah Arab.

“Para ulama Arab dan Mesir banyak yang membaca hasil karya beliau dan memujinya seraya berkata bagwa ternyata di Tanah Jawa ada juga ulama yang luas ilmunya,” ujar Muslihudin seraya menyebutkan, Mama Gentur wafat pada Rabu, 14 Jumadil Akhir 1365 H, bertepatan dengan tanggal 15 Mei 1946.

Sebagai ulama besar, tak heran bila murid-murid Mama Gentur sangat banyak dan tersebar ke bebagai daerah. Karena itu, setelah beliau wafat, mereka datang ke Pondoj Pesantren Gentur untuk haolan dan mendo’akan Mama Gentur. Bahkan kemudian masyarakat yang hadir dalam setiap acara haol itu jumlahnya semakin banyak hingga mencapai ribuan.

Warga setempat pun mendapat berkahnya. Mereka menggelar berbagai jenis barang dagangan produk lokal, seperti lampu hias gentur, beras pandanwangi, ayam pelung, dan juga aneka pakaian muslim-muslimah.

(Asep R. Rasyid)