![Ayi Hambali](http://wartaparahyangan.com/wp-content/uploads/2018/03/ayi-hambali.jpg)
CIANJUR — Warta Parahyangan
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) asal Jawa Barat, Ir. H. Ayi Hambali, MM, menyebutkan, hingga sekarang masih banyak ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia, sementara dalam Pancasila pada sila kelima dengan tegas disebutkan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia“.
“Di Jawa Barat saja, 62 persen lahan dikuasai oleh 10 persen dari jumlah penduduk yang ada, sementara 90 persen penduduk hanya menguasasi 38 persen lahan,” kata Ayi Hambali saat memberikan paparannya dalam Kuliah Umum dan Diskusi Publik di Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhary Cianjur, belum lama ini.
Di tempat lain, katanya lagi, banyak konglomerat yang memiliki beberapa apartemen dan rumah-rumah mewah yang mereka bahkan jarang menghuninya, sementara di sisi lain banyak penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang hanya bisa tingal di bawah kolong jembatan.
Hal itulah, tegas Ayi, yang selalu menjadi bahan pemikiran dan memacu semangatnya untuk terus berjuang agar kesenjangan sosial di republik ini tidak semakin melebar, namun terus diupayakan sekuat tenaga agar semakin menyempit bahkan kalau bisa harus seimbang.
Menyinggung tentang tahun 2018 yang disebut-sebut sebagai tahun politik, Ayi mengajak agar kita selaku muslim tidak terpengaruh dengan ‘suasana panas‘ perpolitikan nasional. “Selaku ummat Islam kita harus berpolitik secara ‘santun‘ dan beretika. Jangan sampai menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan,“ tegas Ayi sambil menyebutkan agar kita selaku muslim selalu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits termasuk dalam berpolitik.
“Kita harus mencari kehidupan yang diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa, termasuk dalam berpolitik . Lalu bagaimana kita bisa berkah, jika masih menghalalkan berbagai cara termasuk jual beli suara, sementara kita tahu kalau yang menyuap dan yang disuap itu nantinya sama-sama masuk neraka?” katanya.
Kepada para mahasiswa, Ayi juga berpesan, jika nanti di kemudian hari, para mahasiswa terjun ke kancah politik hendaklah selalu loyal terhadap publik.
Dia mencontohkan beberapa tokoh politik di luar negeri yang dengan kerelaan hati menyatakan mundur dari jabatan dan kedudukannya karena merasa bersalah dan merasa gagal dalam menjalankan tugasnya, sementara di negara kita banyak para pemimpin yang sudah jelas gagal dalam menjalankan tugasnya, kendati dipaksa oleh publik, tetap saja tak mau mundur dan melepaskan jabatannya.
Pihaknya juga menyebutkan, Pancasila merupakan pilosofi politik yang tidak dimiliki negara-negara lain di dunia. Pancasila banyak disebut-sebut bagaikan ‘Piagam Madinah‘ Jilid II, ini karena merangkul berbagai ummat beragama dalam satu wadah besar politik bangsa.
“Jadikanlah perbedaan di antara sesama bangsa Indonesia ini sebagai berkah dan jangan sampai perbedaan ini justeru memantik permusuhan di antara sesama bangsa,“ tegas Ayi.
Kuliah Umum dan Dialog Publik bertema “Re-Interpretasi Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara“ itu diikuti lebih dari 120 mahasiswa/mahasiswi dan dihadiri langsung Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STAI Al-Azhar, H. Dadang Zainal Muttaqien, SHI, M.Pd.
(sep)