
WARTAPARAHYANGAN.COM
SUKABUMI — Pada Pilkada Kabupaten Sukabumi 2015, kalangan media (cetak) tidak jarang menyebut Adjo Sardjono sebagai magnet. Para jurnalis agaknya menemukan semacam “daya tarik tertentu” dalam diri Adjo Sardjono. Medan magnet yang sulit dijelaskan itu diyakini telah membelokkan arus dukungan akar rumput dari “pesona artifisial” Ahmad Jajuli (calon bupati yang berpasangan dengan cawabup Iman Adinugraha). Menurut sejumlah pengamat politik Sukabumi, daya tarik magnetis itu hanya dimungkinkan oleh munculnya konstruksi kepribadian Adjo yang mengisi ruang memori publik: sederhana lurus, santun dan rendah hati.
Kekuatan karakter Adjo juga dipastikan oleh pasangannya saat itu, Marwan Hamami. Pada kesempatan menyampaikan orasi deklarasi dan pendaftaran pasangan Marwan Hamami-Adjo Sardjono di lapangan GOR Cisaat, Minggu, 25 Juli 2015, Marwan menyebut Adjo sebagai “seorang birokrat ulung, pemikir yang religius, santun dan progresif”. Konon, pujian Marwan (kini calon petahana pesaing Adjo) itu telah membangkitkan militansi para relawan pendukung Adjo hingga ke titik didih yang tak terbayangkan. Faktanya, Marwan-Adjo memenangi Pilkada 2015 dengan perolehan suara sangat meyakinkan: 50,45 persen (pasangan lainnya, Totong-Ado 21,69 persen dan Jajuli-Iman 27,86 persen). Pertanyaannya adalah, apakah fenomena magnetis Adjo akan terulang sempurna pada pilkada 2020?
Hampir semua pengamat Pilkada Kabupaten Sukabumi sepakat bahwa jawaban atas kekuatan Adjo effect itu hanya bisa dianalisis setelah Adjo dan partai pengusungnya melakukan deklarasi resmi. “Bahwa Pak Adjo memiliki daya magnetis, ya. Tapi sampai seberapa besar kadar kekuatannya, sulit diprediksi. Mungkin setelah ada kepastian pasangan dan deklarasi, bisa lah dianalisis,” kata seorang pengamat politik dan pejabat eselon dua Pemkab Sukabumi yang meminta namanya tidak ditulis.
Salah satu konseptor Adjo Centre yang juga Ketua Tim Hukum dan Advokasi Marwan-Adjo pada pilkada 2015, Solihin Mochtar, menanggapi kekuatan magnetis Adjo dengan merujuk pada proses komunikasi partai politik yang mengarah pada koalisi pengusung Adjo Sardjono. “Hari ini Anda mungkin hanya melihat PKB dan PPP yang hampir pasti mengusung Pak Adjo. Padahal, bersama partai Hejo Ludeung tadi, ada Partai Gerindra, PAN, PDI-P dan PKS, termasuk Nasdem yang telah menyatakan minatnya untuk mengusung Pak Adjo. Poin saya adalah, fakta itu membuktikan daya magnetis Pak Adjo setidaknya terhadap partai politik calon mitra koalisi,” jelas Solihin pada kesempatan wawancara di salah satu toserba Kota Sukabumi, Rabu (29/1) pekan lalu.
Selain merebut hati tujuh dari sembilan partai peraih kursi DPRD Kabupaten Sukabumi, kata Solihin, Adjo Sardjono juga mendapat banyak lamaran dari berbagai kalangan untuk mendampingi sebagai bakal calon wakil bupati.”Tapi melalui mekanisme dan proses politik yang sangat dinamis, saat ini hanya tiga nama yang tengah digodok DPW partai koalisi. Sekarang bola bakal calon pendamping Pak Adjo sudah di tingkat provinsi. Tugas kami di kabupaten sudah selesai,” ungkapnya seraya tersenyum lebar.
Kesan dan pendapat lebih spesifik datang dari Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) Kabupaten Sukabumi, Aom Azis. Dia meyakini kekuatan magnetis Adjo akan terulang pada Pilkada 2020. “Saya mencermati kesan masyarakat terhadap Pak Adjo sejak Agustus 2019. Semuanya positif. Nama beliau sebagai calon bupati sudah melambung tinggi. Saya yakin pada Januari 2020 ini nama Pak Adjo sudah meroket,” tandas pengusaha muda sukses ini saat berkunjung ke Kantor Biro Tabloid PARAHYANGAN awal Januari lalu.
Lebih lanjut Aom menjelaskan, salah satu bukti semakin kuatnya dukungan akar rumput terhadap Adjo Sardjono adalah menjamurnya kelompok relawan mandiri hingga ke tingkat desa. “Bahkan di beberapa dapil (daerah pemilihan-Red) sudah sampai di tingkat TPS. Perlu Anda ketahui, para relawan itu terbentuk bahkan tanpa sepengetahuan Pak Adjo. Itulah sebabnya mengapa saya begitu yakin mayoritas rakyat Kabupaten Sukabumi menginginkan Pak Adjo jadi bupati,”katanya menegaskan.
— USEP SUTENDI